Haram Jadah: Hari Pembalasan

Marion D'rossi
Chapter #21

Bagian 9 (1)

“Sekali kujerat, aku tak akan melepaskanmu, Nona. Kamu akan bercinta denganku, atau bahkan menjadi milikku selamanya.”

Si Jaka mendekati Nurdewi, tak tanggung-tanggung menarik perempuan itu, tak menyisakan jarak sedikit pun. Betul-betul tak ada jarak di antara mereka sehingga membuat Nurdewi merasa sangat tak nyaman. Perempuan itu merekahkan senyuman pada si Jaka. Namun ketika dia mencoba memberikan sedikit jarak antara dirinya dan lelaki itu, si Jaka justru menahannya. Tangan si Jaka melingkar di pinggang Nurdewi. Tangan satunya menyentuh dagu lancip putih lalu mengangkat kepala Nurdewi, memaksa perempuan itu menatapnya. “Ada apa, Nona? Tak perlu menjaga jarak dariku. Aku tidak akan menikammu sebagaimana harimau menikam mangsanya.”

Si Jaka sangat pandai membaca ekspresi wajah orang, dan Nurdewi mengetahui itu. Namun sebisa mungkin perempuan itu berusaha tenang, tetap memaksakan senyuman merekah di wajahnya. “Baiklah. Jadi, apa yang sebenarnya kamu inginkan dariku, Tuan?” Nurdewi memiringkan kepalanya sambil mengatur napas tetap teratur secara konsisten. Jika dia menunjukkan ekspresi mencurigakan barang sedikit pun, si Jaka pasti bakal menangkap basah Nurdewi. Namun sebetulnya, sesuatu yang tidak bisa dia sembunyikan dari si Jaka adalah sorot matanya. Ya, si Jaka punya kemampuan yang tidak dimiliki manusia kebanyakan, yaitu mengingat hal-hal kecil yang jarang diperhatikan orang dalam waktu yang lama.

“Tenanglah, Nona. Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya … sangat tertarik padamu. Itu saja,” kata si Jaka. “Tapi, kalau boleh jujur, aku merasa seperti pernah bertemu denganmu sebelumnya. Entah di mana, tapi aku yakin bukan di surga, karena itu bukan tempat orang sepertiku.” Tawa si Jaka meledak setelah itu, bahkan beberapa tetes salivanya muncrat ke wajah Nurdewi, tepatnya di bibir perempuan itu. Kendati demikian, Nurdewi menelannya lamat-lamat.

Mungkin si Jaka baru saja makan ketoprak, martabak, atau makanan-makanan yang dijual di pinggir jalan lainnya. Memang cukup cocok untuk seorang lelaki yang hidup secara liar tanpa punya aturan yang mengikat. Dan Nurdewi yakin itu karena ludah lelaki terkutuk di sebelahnya sangat asin.

“Kalau begitu, mungkin di neraka,” tukas Nurdewi, kedua alisnya mengangkat dengan senyuman yang masih tetap bertahan seperti beberapa menit sebelumnya.

“Ya, aku yakin itu. Di neraka. Tapi jika di neraka ada perempuan sepertimu, itu tidak bisa disebut neraka.”

“Lalu?”

“Mungkin surga. Tapi tetap saja itu bukan tempat yang cocok untukku. Tapi mungkin saja bisa jika sekali-sekali kamu berkunjung ke neraka, lalu menemuiku. Dan neraka itu pasti akan berubah menjadi surga.” Pikiran si Jaka cukup rumit dan gila. Semua orang harus mengakui bahwa si Jaka tidak pandai merayu perempuan. Namun yang penting malam ini, sesuatu yang sangat ingin Nurdewi tanyakan, mengapa si Jaka menyebarkan pamflet yang berisi ancaman pada semua orang? Dan itu pun menyangkut Nurdewi sendiri.

“Aku mau bertanya satu hal padamu, Tuan,” kata Nurdewi mengalihkan pembicaraan. Meskipun dia bisa menebak jawaban apa yang bakal diberi lelaki dungu di sebelahnya, penasaran tetaplah penasaran. Lagi pula, tak ada yang bisa dibicarakan selain membahas soal itu, yang sekarang menjadi perbincangan hangat di semua sudut kota, bahkan di tempat pelacuran ini. Para lelaki jadi takut menyewa Nurdewi. Mama Melisa merana karena pemasukannya berkurang. Jika dibiarkan seperti itu terus-menerus, tempat pelacuran ini pasti bakal bangkrut.

Namun tak hanya itu saja masalahnya. Para lelaki di tempat pelacuran ini hanya menginginkan Nurdewi, bahkan tidak ingin menyewa pelacur lain. Itulah sebabnya sebagian pelacur menganggur. Jika Nurdewi tak segera bertindak, maka habislah usaha Mama Melisa. Jika usaha tempat pelacuran ini bangkrut, itu berarti Nurdewi tidak bisa lagi membunuh para anggota Penguasa Kota melalui tempat pelacuran. Dia bisa kesusahan, lalu mencari tempat Penguasa Kota sering melakukan operasi distribusi bisnis haramnya. Itu cukup merepotkan bagi perempuan sepertinya. Apalagi sekarang si Jaka sudah ada di kota ini. Dia kembali dengan perasaan dendam terhadap Malaikat Pencabut Nyawa.

Lihat selengkapnya