Haram Jadah: Hari Pembalasan

Marion D'rossi
Chapter #24

Bagian 10 (1)

Subroto kecil berlarian ke sana kemari, bermain-main dengan ban sepeda motor bekas yang dia temukan di tempat pengumpulan barang rongsokan Haji Ismail pagi tadi. Tangannya memacu cepat, memukul ban bekas itu lebih kencang sampai dia lelah sendiri dan membiarkan benda berbentuk bulat berwarna hitam itu memelesat. Ban menelusup ke semak-semak, tapi terus menggelinding melewati jalan penuh kerikil. Hingga kemudian ban itu berhenti setelah membentur kandang ayam Pak Barokah, menciptakan dentaman yang cukup keras membuat anak ayam dan induknya terlonjak kaget, dan sayap mereka mengepak-ngepak di dalam kandang. Sepertinya ayam-ayam itu sudah dibuat kesurupan oleh ban Subroto kecil. Beberapa anak ayam bahkan tewas karena diinjak induknya. Beberapa lainnya selamat tapi terus memetok riuh sampai-sampai Pak Barokah keluar dari rumah sebelum menghabiskan makan siangnya.

Pak Barokah membenarkan sarungnya yang mencong-mencong, melongok di ambang pintu, lalu memeriksa ayam-ayamnya di kandang. Dia menepuk jidat setelah menghitung kerugian melihat anak-anak ayamnya tewas dan beberapa sekarat. Pak Barokah mengomel sambil memutar-mutar lehernya mencari penyebab ayam-ayam itu stres. Dan dia menemukan ban sepeda motor bekas yang tergeletak di samping kandang ayam besarnya. Pak Barokah mengambilnya. Seolah-olah mendapatkan jawaban atas keheranan itu, Pak Barokah menoleh ke arah Subroto kecil yang berdiri tak jauh dari pekarangan rumahnya. Subroto kecil menggaruk-garuk kepalanya sambil menyengir.

“Tahi kucing! Kerjaan kamu, ya, Subroto?!” umpat Pak Barokah, lalu tak tanggung-tanggung mengambil parang di tempat perkakas yang terletak di sebelah kandang-kandang ayamnya. Pak Barokah memelesat seperti peluru bedil yang picunya dilepaskan. Subroto kecil kabur tak mau jadi bulan-bulanan Pak Barokah. Melewati pematang, gang-gang kecil, rumah warga, tempat pembuangan sampah, dan bahkan sampai tak melihat Bu Kodariah baru selesai mandi. Dan Subroto menabrak Bu Kodariah hingga sarung yang sekaligus berfungsi sebagai handuk terlepas dari genggaman. Pak Barokah menutup matanya.

“Bukan muhrim,” gumamnya.

Lihat selengkapnya