Si Jaka sudah berjanji pada Mama Melisa bahwa dia akan melakukan apa pun untuk bisa mendapatkan Nurdewi. Sebab lelaki itu merasakan sebuah debar aneh setiap kali bertemu Nurdewi. Si Jaka merasa benci, tapi di saat bersamaan dia juga menginginkan tubuh perempuan itu. Setidaknya, si Jaka ingin sekali saja bercinta dengan pelacur yang katanya paling nikmat dan bisa membangkitkan adrenalin di ranjang itu. Namun yang terjadi, si Jaka juga mendapat perasaan iba yang merebak keluar dari benaknya. Entah untuk alasan apa rasa seperti itu ada. Dan yang jauh lebih jelas, si Jaka merasakan kebencian atas kehadiran Nurdewi di kota ini. Hingga di satu malam, si Jaka mendapatkan satu kesimpulan dalam berbagai gagasan yang timbul dari dalam benaknya. Tak ada yang mustahil di dunia ini. Bahkan perempuan polos pendiam seperti Nurdewi, patut dicurigai. Dan itulah yang si Jaka temukan, bahwa sorot Nurdewi sangat cocok dengan Malaikat Pencabut Nyawa yang selama ini berkeliaran di kota dan sudah membunuh puluhan anggota Penguasa Kota.
Si Jaka tak ingin menyangkal kecurigaannya yang berlebihan itu. Sampai pada satu ketika, dia pergi ke kediaman Subroto, melaporkan tentang temuan terbarunya. Subroto menyambut lelaki itu dan gagasannya dengan sangat baik. Bisa jadi, Nurdewi yang si Jaka anggap sebagai generasi penerus Malaikat Pencabut Nyawa adalah putri haram jadah Satria. Kenyataan itu tak bisa dihindari, sebab si Jaka selama ini sudah menjadi penggali informasi yang sangat bijaksana. Subroto mengetahui itu. Subroto memahami penciuman dan penglihatan anjing liar yang sudah dia pelihara selama puluhan tahun. Si Jaka mungkin bisa salah, tetapi kemungkinan itu sangat sedikit persentasenya. Maka, Subroto memilih percaya pada si Jaka.
“Lalu, apa yang akan kamu lakukan pada perempuan itu? Jika benar dia dalang dari pembunuhan anggota Penguasa Kota, dia pasti sedang mencariku. Ya, dia pasti ingin bertemu denganku. Terlalu mudah untuk diketahui, bahwa dia ingin membunuhku,” kata Subroto sambil bertopang dagu di mejanya. Sedangkan, si Jaka menyeringai lebar.
“Biarkan aku membunuhnya,” kata si Jaka. “Kali ini, aku tidak akan melepaskannya begitu saja. Bagaimanapun, ayahnya yang sudah mampus itu telah banyak berbuat dosa padaku. Akan kulempar juga dia ke neraka. Akan kuperkosa dia, lalu aku bunuh dengan sangat menyakitkan, kemudian akan kubuang mayatnya setelah aku cincang menjadi bagian-bagian kecil.”
Justru jawaban seperti itulah yang diharapkan Subroto keluar dari mulut si Jaka. Sudah diputuskan bahwa si Jaka akan melakukan pembunuhan pada perempuan itu. Sebelum pergi ke rumah Mama Melisa, si Jaka menemui beberapa penjual manusia dari desa. Ada hal yang ingin dia pastikan terlebih dulu. Benar atau tidaknya Nurdewi adalah putri Malaikat Pencabut Nyawa yang sudah mempermalukannya sedemikian brutal selama bertahun-tahun.
“Saya tidak terlalu ingat namanya. Tapi sekarang dia memang sudah menjadi pelacur paling laris di tempat pelacuran itu. Tante Melisa itu pelanggan setia saya. Dia selalu membeli para gadis yang saya dapatkan dari desa.” Si lelaki berjaket kulit hitam, menatap si Jaka dengan alis berkerut sambil menyesap kereteknya sesekali.
“Nurdewi,” sebut si Jaka.
“Oh, iya, betul. Saya ingat sekarang. Namanya Nurdewi. Beberapa tahun yang lalu, saya tidak ingat berapa tahun tepatnya. Tante Melisa punya ketertarikan khusus pada gadis bernama Nurdewi itu.”
Dan pencarian si Jaka berakhir sampai di situ. Dia sudah mendapat jawaban yang dia cari. Nurdewi berasal dari desa. Meskipun sebetulnya tanpa perlu ditanyakan pada si penjual manusia, si Jaka sudah bisa menarik kesimpulan bahwa Nurdewi berasal dari desa yang amat pelosok. Faktanya, Mama Melisa tak selalu membeli para gadis yang akan dia jadikan pelacur dari si penjual manusia yang didapatkan di desa-desa. Terkadang, dia juga membeli dari kota. Atau bahkan mengadopsi para gadis telantar di kota ini. Mama Melisa adalah wanita cerdik yang menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan gadis segar demi tempat pelacurannya tetap berjaya.
Lagi pula, tempat pelacuran itu seharusnya sudah ditutup selama beberapa waktu ketika dia dan Satria kabur ke desa. Namun saat dia kembali ke kota, dia terlibat perdebatan hebat dengan Subroto. Sebetulnya, sudah lama sekali utang-utangnya lunas pada ayah keparatnya. Sayang, Subroto masih tetap menganggap bahwa tempat pelacuran itu sukses karena jasanya. Melisa dan Subroto memiliki semacam hubungan kemitraan, tapi lama sekali wanita itu menganggap kemitraannya sudah berakhir. Wanita itu menganggap dirinya sudah mampu mengelola usahanya sendiri, tak perlu suntikan dana dari pihak luar. Maka, Keluar Puas menjadi besar dan terus berjaya menyebarkan dosa-dosa dan penyakit yang para rakyat jelata senangi.
Si Jaka malam itu pun tiba di rumah Mama Melisa, berteriak bahwa dia ingin agar wanita itu menyerahkan Nurdewi.
-II-