Cit Cit.
Gesekan antara sepatu olahraga dan lapangan terdengar nyaring, sama sekali tidak begitu enak untuk di dengar.
Namun si penghasil suara sama sekali tidak memusingkan hal tersebut dan justru fokus pada benda bernama Shuttlecock.
Dua orang pemuda itu tampak sama sekali tidak terusik, pikiran keduanya hanya berfokus pada satu tujuan, mengalahkan musuh dan mendapat hadiah.
Bukan perkara mudah memang, apalagi intensitas pertandingan bulutangkis kali ini terbilang sangat tinggi.
Babak ketiga dengan skor 29-29
Tegang? Pasti, lelah? Jelas sekali, mereka berdua sama sama ingin mengakhiri pertandingan ini secepat mungkin.
Tetapi masing masing dari mereka sama sekali tidak ingin mengalah, semakin salah satu menunjukan kegigihan, maka sang lawan akan menajamkan senjata serta intuisinya untuk melawan balik.
Pak! Puk!
Shuttlecock terus dipukul, membuat beberapa bulu rusak dan arahnya semakin sulit ditebak.
Sampai ketika pemuda berbaju merah menemukan celah untuk melumpuhkan lawannya, tanpa banyak waktu ia langsung memukul shuttlecock keras hingga lawannya tidak bisa membalas.
"30-29, Ndaru Berliana memenangkan pertandingan atas Jaya Elvano!" seru wasit di atas kursi samping net sembari mengarahkan tangan ke arah kanan, lapangan tempat pemuda bernama Ndaru Berliana.
Helaan napas tak beraturan tidak mencegah Ndaru untuk berteriak senang, luapan seluruh emosi dalam hati selama pertandingan tadi ia lepas dengan berteriak.
"Aku menang! Woah!" teriak Ndaru sampai suaranya benar benar habis kemudian pemuda itu segera melakukan sujud syukur sebagai bentuk rasa terimakasihnya kepada Tuhan.
Selesai membaca doa, Ndaru segera berlari ke arah pria setengah baya selaku pelatih pemuda itu dengan tergesa gesa.
Sampai ketika Ndaru hendak memeluk sang pelatih, pemandangan di depannya berubah total.
Bukan stadium tertutup maupun lapangan berwarna hijau dengan penonton disekelilingnya, melainkan sebuah ruangan yang Ndaru kenal.
"Kamar .. ? Bukan di lapangan?" gumam Ndaru dengan suara serak sembari mencerna apa yang terjadi.
"Mimpi?" gumam Ndaru lagi memperhatikan seluruh ruangan.
Poster kumpulan atlet badminton terpampang hampir diseluruh ruangan, beberapa piala dan medali diletakkan di lemari kaca dekat lemari baju milik Ndaru. Tak salah lagi, ini memang kamarnya.
"Hah ... jadi kemenangan tadi hanya semu?" lirih Ndaru menghela napas pendek.