Retha baru saja menyelesaikan sarapannya. Disampingnya, ada Gina, asistennya, yang menemani. Gina, gadis manis berperawakan tinggi, dengan rambut lurus sebahu, serta pemilik sabuk hitam taekwondo itu adalah teman Retha, yang merangkap menjadi asistennya.
Gina adalah satu-satunya orang yang mengetahui semua hal tentang Retha. Dengan segala kemampuannya, ia selalu menjadi tameng untuk Retha. Mereka saling melindungi sebenarnya. Gina melindungi dengan kekuatannya, dan Retha melindungi dengan kekuasaannya.
“Beberapa hari ini Papa ke kantor gak?” Tanya Retha
“Aku belum lihat. Tapi katanya kemarin malam Pak Damar sama Bu Betari pergi ke London.” Jawab Gina seraya merapikan sisa makanan Retha.
“Ckkk… Papa benar-benar….” Retha kehabisan kata-katanya. “Terus Mas Aksa gimana?”
“Masih sama. Siang sibuk kerja, malamnya sibuk di bar.”
“Like father, like son.” Retha tersenyum miris.
“Pak Aksa kemarin nanyain kamu liburan kemana.”
“Terus?”
“Ku bilang ke Belitung, sesuai rencana.”
“Terus apalagi?”
“Udah itu aja. Kayaknya dia agak khawatir.”
Retha mengangkat sebelah alisnya. “Gak yakin sih aku.”
Gina hanya mengedikan bahunya. “Yaudah aku ke kantor dulu. Kalau ada apa-apa telepon aja.”
“Iya”
Setelahnya Gina berlalu dari sana.
Tak lama setelah Gina pergi, pintu kamar Retha terbuka lagi. Paramita masuk, diikuti oleh Aga.
“Gimana kondisi kamu hari ini, Sayang?” Ucap Paramita sambil berjalan mendekat ke arah ranjang.
“Jauh lebih baik, Tante.”
“Kenapa cemberut gitu?” Aga memperhatikan wajah Retha yang seperti sedang menahan kesal.
“Gak apa-apa. Cuma lagi kesel aja sama Papa dan Mama.”
“Kenapa?”