“Ditungguin dari tadi, gak taunya malah ngegosip disini.” Aga berjalan menghampiri Mega.
“Tadi aku udah kesana, tapi Mas Aga gak ada.”
Mata Aga memincing tidak percaya.
“Bener Masss. Gak percayaan banget. Aku simpan tas nya di kamar Mas Aga.” Jawab Mega tidak terima.
“Iya, percaya.”
Aga kemudian melirik kotak makan siang Ara yang belum habis. “Kenapa makanannya gak dihabiskan?”
“Aku masih belum enak makan, Mas. Bosen juga.” Keluh Ara.
“Sabar ya. Nanti kalau kamu udah lebih sehat, kita makan makanan enak.” Ucapnya lembut.
“Manisnyaaa..” Mega semakin antusias menggoda.
Ara semakin salah tingkah. Sedangkan Aga mengacak rambut Mega, membuatnya berantakan.
“Iiihhh Mas Aga. Berantakan nih rambutku.” Bibirnya mengerucut, kemudian ia mengeluarkan cermin dari dalam tasnya.
“Tadi bilangnya mau buru-buru ke kampus. Kenapa sekarang masih disini?” Aga duduk di samping adiknya.
“Aku kan juga kangen sama Mbak Ara, Mas. Emangnya Mas Aga aja yang mau ketemu Mbak Ara.” Jawab Mega sambil merapikan rambutnya.
Aga mengangkat tangannya, bersiap mengacak rambut Mega lagi. Tetapi dengan cepat Mega menahan tangannya. “Eitsss, gak kena.” Mega menjulurkan lidahnya.
Aga yang gemas mencubit pipi Mega dengan tangannya yang lain. Membuat adiknya mengaduh kesakitan.
Ara hanya tertawa melihat perdebatan kakak beradik itu.
“Udah sana. Katanya mau bimbingan. Nanti ditinggal dosenmu lagi, loh.” Setiap ada kesempatan Aga selalu ingin menghabiskan waktu berdua dengan Ara. Ia akan mengusir siapa saja yang menurutnya mengganggu.
“Bilang aja mau berduaan.” Sungut Mega. “Yaudah Mbak aku pergi dulu, ya. Mas ku ini kayaknya gak mau diganggu.” Mega beranjak dari kursinya.
“Makasih ya, Mega. Hati-hati di jalan.” Ucap Ara.
“Iya, Mbak.”
Sebelum melangkahkan kaki dari sana, Mega mendekati Aga. “Mas, aku udah ngomong yang baik-baik tentang Mas Aga tadi. Mas gak mau kasih uang jajan buatku?” Gadis itu mencoba berbisik di telinga Aga, tetapi suaranya cukup keras, sehingga Ara pun dapat mendengarnya dengan jelas.
Aga yang mendengarnya memutar bola matanya malas. “Modus.” Ucapnya. Tetapi ia tetap mengeluarkan dompet dari saku celananya.
Mega ikut melirik ke dalam dompet Aga dengan mata yang berbinar. Lalu Aga menyerahkan beberapa lembar uang berwarna merah pada adiknya.
“Mas Aga terbaiiiik.” Mega memeluk kakaknya dari samping, dan menggoyang-goyangkan badannya.
Aga dan Ara pun tertawa melihat tingkah Mega.
“Aku beneran pergi nih Mas, Mbak.”
“Hati-hati. Jangan pulang terlalu malam.” Kata Aga.