Aga menghampiri Ara masih dengan senyum yang mengembang . Ara yang melihatnya menjadi gugup. Dimatanya hari ini Aga terlihat sangat… tampan.
“Nada?” Tanya Aga yang melihat Ara masih menempelkan ponsel ke telinganya, meski sambungan telepon sudah tidak terhubung.
“I-ya…” Ara terbata, ia menurunkan ponselnya perlahan.
“Karena Nada sama Bu Sekar gak bisa kesini, jadi aku yang akan nemenin kamu.” Aga berusaha mengatur suaranya agar tetap terdengar tenang. Padahal sejak sebelum masuk kesini, laki-laki ini pun sama gugupnya dengan Ara.
“Ehh gak usah, Mas.” Spontan Ara berteriak. “Ma-maksudku, aku takut kalau Mas Aga sibuk.” Ia meralatnya, takut Aga merasa tersinggung karena ditolak.
Aga tersenyum melihat rona merah di pipi Ara. “Aku gak sibuk hari ini. Jadi aku bisa disini nemenin kamu.”
Ara hanya bisa menundukan kepalanya. Ia sungguh sangat malu bertemu dengan Aga saat ini. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain membiarkan laki-laki itu melakukan apa yang diinginkannya.
Aga menepati janjinya pada Nada bahwa ia akan menjaga Ara. Bahkan saat malam tiba, setelah menyelesaikan sesi konsultasi dengan pasiennya, Aga tetap kembali kesini dan makan malam bersama dengan Ara.
“Mas, aku bisa sendiri kok. Mas Aga istirahat aja. Pasti capek kan, seharian ini ngurusin aku.” Mereka telah selesai makan, Ara pun sudah meminum obatnya, dan sekarang bersiap tidur.
“Aku tunggu kamu sampai tidur, ya.” Aga mengatur posisi ranjang untuk Ara, agar wanita itu merasa nyaman saat tidur. “Segini udah cukup?” Tanyanya.
“Udah, Mas. Makasih.” Meskipun Ara merasa malu, tetapi ia cukup senang dengan perhatian yang Aga berikan saat ini. Ia merasa sangat dihargai.
Sejak pernyataan cintanya beberapa hari yang lalu, Aga sudah tidak ragu lagi menunjukan perasaannya untuk Ara. Ia sudah tidak ingin menahan diri. Aga juga ingin Ara merasakan bahwa ucapannya saat itu sungguh-sungguh.
Ara sudah mulai merasa mengantuk. Sepertinya efek obat yang diminumnya sudah mulai bereaksi. Ia memejamkan matanya, dan tak lama kemudian wanita itupun lelap dalam tidurnya.
Aga tetap duduk disamping Ara. Ia memperhatikan wajah Ara lekat. Dalam hatinya terus mengucap syukur untuk kondisi kesehatan Ara yang semakin hari semakin membaik. Senyum tipis tersungging di wajah tampannya saat ia memperhatikan Ara yang terlihat damai dalam tidurnya. Napasnya bergerak teratur menandakan wanita itu sudah benar-benar terlelap.
Aga kemudian bangkit dari duduknya, tetapi ia tidak melangkah ke luar. Laki-laki itu berjalan ke sudut ruangan. Ada sofa panjang yang terletak disana.
Aga merebahkan tubuh tingginya di sofa itu. Kaki panjangnya sedikit menjulur, tetapi tidak mengurungkan niatnya untuk tidur disana. Malam ini, ia tidak ingin meninggalkan wanita yang dicintainya sendirian. Aga memejamkan matanya, tak lama ia pun menyusul Ara menuju alam mimpi.
Saat tengah malam Ara terjaga. Matanya mengerjap pelan menatap langit-langit. Kandung kemihnya terasa penuh. Ia ingin pergi ke kamar mandi, tetapi tubuhnya masih terasa lemas.
Ara bangkit perlahan. Kakinya ia turunkan satu persatu. Kemudian diam sejenak untuk mengembalikan kesadarannya. Dengan berpegangan pada tiang infus, Ara mencoba untuk berdiri. Meskipun langkahnya masih belum stabil, Ara tetap berjalan perlahan.
“Dara…” Suara yang ditimbulkan Ara membangunkan Aga.
Ara terlonjak kaget. Ia mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara. “Loh, Mas Aga tidur disini?” sejak tadi Ara tidak menyadari kehadiran Aga disana.
Aga berjalan menghampiri Ara. “Mau ke kamar mandi?”
“Iya.”
Tanpa mengucapkan apapun, Aga meraih tiang infus yang didorong Ara, lalu membantu memapah Ara berjalan.
“Aku bisa sendiri, Mas.” Jarak mereka sangat dekat, membuat jantung keduanya berdetak hebat.
“Aku takut kamu jatuh.” Aga terus menuntun Ara berjalan menuju kamar mandi. Ara tidak lagi membantah.
Setelah sampai di kamar mandi, Aga melepaskan pegangannya. “Aku tunggu di luar. Panggil aku kalau udah selesai.” Ucapnya seraya melangkah keluar.
Ara masih mematung. Ia menarik napas dalam untuk menetralkan perasaannya. Setelah cukup tenang barulah ia menuntaskan hajatnya.
Pintu kamar mandi terbuka, Aga bergegas menghampiri. Ia membantu Ara lagi untuk berjalan menuju tempat tidurnya.