Cahaya matahari yang hangat menyinari perjalanan dua insan ini. Suasana yang penuh kedamaian, membuat mereka merasakan ketenangan yang hanya bisa ditemukan di bawah langit yang cerah.
Mata Aga fokus menatap jalanan yang ada di hadapannya. Disampingnya, Ara menikmati pemandangan yang dilewatinya dengan perasaan yang tenang.
“Mas, soal biaya perawatanku, nanti ku ganti,ya.” Saat akan meninggalkan rumah sakit tadi, memang Aga yang mengurus semuanya. Dimulai dari membereskan perlengkapan Ara, hingga menyelesaikan administrasi. Ara hanya terima beres.
“Gak usah.” Jawab Aga.
“Tapi itu kan besar, Mas.”
“Itu bukan dari aku, tapi dari Ayah dan Bunda.”
“Hah?” Ara terkejut mendengarnya. “Yaudah nanti aku bicara sama Bunda Mita aja.” Kata Ara.
“Bunda juga pasti menolak, Dara.” Saat berhenti di lampu merah, Aga memiringkan tubuhnya ke arah Ara. “Udah, terima aja, ya. Anggap aja hadiah dari calon mertua.”Ucap Aga lembut.
Ara terkesiap. Wanita itu seketika tersadar bahwa sebentar lagi pasangan paruh baya yang baik hati itu akan menjadi mertuanya. Keluarga Aga yang hangat, akan menjadi keluarganya juga.
Ara tidak lagi bersikeras. “Yaudah. Tapi aku tetap mau hubungi Bunda Mita. Aku belum bilang makasih.” Ia akan berusaha menikmati perhatian yang Aga dan keluarganya berikan.
Aga mengusap kepala Ara pelan. Kemudian ia melajukan mobilnya saat lampu sudah berubah hijau.
Tidak lama kemudian, mobil Aga memasuki halaman bangunan yang cukup luas. Mereka telah tiba di tempat dimana selama ini Ara dibesarkan.
Ara segera turun dari mobil. Ia menatap bangunan yang ada dihadapanya. Tempat yang sudah ia tinggalkan selama beberapa minggu ini. Ara mengernyitkan keningnya saat melihat halaman luas itu, yang hari ini terlihat sangat sepi. Tidak tampak anak-anak yang biasa bermain disana.
“Yuk, masuk.” Ajak Aga yang melihat Ara diam.
Ara pun mulai melangkahkan kakinya masuk kesana. Aga mengikuti dibelakangnya. Saat sudah di depan pintu, Ara mendorongnya perlahan. Saat pintu terbuka, Ara menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia terkejut dengan apa yang ada di hadapannya.
“Welcome home, Mbak Ara.” Teriak semua orang serempak menyambut kedatangan kakak kesayangan mereka.
Mata Ara mulai basah. Disana ia melihat Sekar, Nada, beberapa pengurus panti, dan juga adik-adik asuhnya, dari yang masih bayi sampai yang sudah remaja berdiri menanti kedatangannya.
Ruangan itu dihias sederhana, menggunakan beberapa bunga, pita dan balon. Hasil kreasi anak-anak asuh Sekar yang mereka kerjakan sejak pagi.
Beberapa anak kecil berlari mendekati Ara. Mereka berhamburan memeluknya. Tubuh Ara yang tidak siap hampir terjatuh ke belakang, jika saja tidak ada Aga yang menahannya.
Ara balas memeluk mereka dengan air mata yang mulai turun. Ia mencium pucuk kepala mereka satu persatu. Lalu, matanya melihat seorang batita yang berjalan tertatih ke arahnya. Seorang anak perempuan yang Ara temukan 1 tahun yang lalu di halaman panti asuhan.
Ara bersiap mengangkat tubuh mungil itu. Tetapi, Aga melarangnya.
“Kamu belum boleh angkat yang berat-berat.” Ucap Aga. Kemudian, ia menggantikan Ara menggendong bayi cantik itu, lalu mendekatkannya ke arah Ara.
Ara menciumi bayi yang berada dalam gendongan calon suaminya, membuat anak itu tertawa renyah. Ara dan Aga ikut tertawa melihatnya.
Sekar dan Nada yang masih memperhatikan mereka, melihat pemandangan itu dengan perasaan haru. Mereka bertiga sudah terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia.
Setelah menyapa anak-anak yang ada disana, Ara berjalan mendekati Sekar. Kemudian memeluknya.
“Ibu sangat senang melihat kamu ada disini lagi.” Ucap Sekar seraya membelai rambut indah Ara.