Manggala : Aku udah sampai.
Adara : Selamat kerja, Mas.
Ara membaca sebaris pesan sederhana yang dikirim oleh Aga dengan senyum di wajahnya. Tanpa sadar bahwa Nada dan Sekar mempertahatikannya sejak tadi.
“Kalau baru punya pacar emang gitu ya, Bu. Suka senyum-senyum sendiri.” Nada mulai menggoda.
“Iya, masih anget-angetnya.” Sekar juga tak mau kalah.
“Apaan sih.” Ara mulai tersipu.
“Nak, Ibu senang kamu memilih Nak Aga. Dia anak yang baik dan santun. Ibu yakin dia akan sangat bertanggung jawab sebagai seorang suami.” Sekar masih diliputi rasa haru melihat segala hal baik yang terjadi pada Ara beberapa waktu ini.
“Doakan kami ya, Bu.” Ucap Ara.
“Selalu, Sayang.” Sekar lalu beralih pada Nada. “Ibu harap, Nada juga akan bertemu dengan laki-laki yang baik, yang menyayangi kamu dengan tulus.”
“Aamiin.” Jawab mereka serempak.
Ara dan Nada adalah anak asuh Sekar yang paling lama tinggal di panti asuhan ini. Teman-teman mereka, banyak yang meninggalkan tempat ini setelah beranjak dewasa dan bisa mencari penghasilan sendiri.
Tetapi 2 wanita cantik ini, walaupun sudah memiliki penghasilan yang cukup, dan usaha yang menjanjikan, mereka tetap berada disini. Sebagai bentuk bakti pada Sekar yang telah merawatnya sejak mereka bayi. Bahkan, sebagian besar pendapatan mereka, diberikan kepada Sekar untuk membantu menopang sebagian besar perekonomian panti.
Oleh karena itu Sekar sudah menganggap mereka sebagai putrinya sendiri. Ara dan Nada menjadi tangan kanan Sekar yang bisa diandalkan dalam segala hal.
***
Aga menyelesaikan harinya dengan penuh semangat. Semua pekerjaannya jadi terasa mudah saat hatinya merasa bahagia. Ia sedang bersiap pulang, saat pintu ruangannya dibuka dengan tiba-tiba.
Aga mengernyitkan keningnya saat melihat Betari masuk, ditemani dengan seorang wanita cantik yang tidak Aga harapkan kedatangannya.
“Kenapa telepon Mama gak pernah diangkat sih, Mas?” Seperti biasa Betari tidak pernah berbasa-basi menanyakan kabar.
Aga tidak menjawabnya. Ia cukup kesal melihat Betari yang sepertinya punya tujuan tertentu dengan mengajak calon menantu idamannya itu mengunjungi tempatnya bekerja.
“Apa kabar, Ga?” Ivana terlihat kikuk melihat Aga yang diam saja.
“Baik.” Jawab Aga singkat.
Betari mendengus melihat reaksi Aga. “Kamu mau pulang?” Tanyanya.
“Iya.”
“Ivana sengaja loh datang kesini mau nemuin kamu.”
Aga menatapnya tanpa ekpresi. “Ada apa?”
“Kamu ini gimana, sih. Memang harus ada alasan kalau mau ketemu.” Betari gemas dengan tingkah putranya. “Sebelum pulang, ajak dulu Ivana makan malam. Dia udah jauh-jauh datang kesini.” Betari memang selalu memutuskan semuanya sesuka hati.
Aga mengangkat sebelah alisnya. Ia tidak suka dengan ide mamanya.
“Tapi kalau Aga sibuk gak apa-apa kok, Tante. Jangan dipaksa.” Sahut Ivana yang melihat penolakan di wajah Aga.