Harapan Pada Bintang

Allindri S Dion
Chapter #7

6: Diantar Pulang

Laila saat ini sedang duduk manis di kursi mejanya, diatas meja terletak pensil, kertas kosong, dan soal kuis matematika minggu lalu. Dihadapannya, ada cowok ganteng yang duduk manis membaca buku tapi masih meliriknya dari waktu ke waktu.

Mengapa ini bisa terjadi?

Kita harus kembali ke tiga jam yang lalu saat sekolah masih berlanjut.

 

 

Laila berlari dengan semangat, bibirnya mengucapkan maaf dan permisi ketika dia melewati dan bahkan menabrak beberapa orang dijalannya. Biar bagaimanapun juga dia harus lari, dia harus sembunyi, dia harus segera kembali ke kelasnya dan menyiapkan alasan yang jitu.

“LAILA!!!”

“Misi, mbak." bruk "Maaf, kak." brak "Numpang, kak,” Laila semakin cepat bergerak.

Dia tidak peduli dia sudah ditemukan. Yang penting dia kabur dulu!

Dari apa Laila berlari? Jawabannya mudah; klub drama.

Lebih tepatnya anggota senior klub drama.

Sebenarnya begini, hubungan antara klub drama dan klub paduan suara itu cukup erat dan dekat. Tentu saja, ‘erat dan dekat’ dalam artian mereka sering harus bekerja sama. Tapi dalam hubungan ini, klub drama lah yang lebih membutuhkan klub paduan suara daripada sebaliknya, sehingga timbullah sebuah hubungan seperti ini.

Laila tidak tahu sejarah sebelum Laila masuk SMA Harapan, tapi yang jelas, semenjak Laila bergabung dengan klub paduan suara, dia tahu betul klub paduan suara selalu menghindari klub drama kalau mereka mulai dramatis. Kenapa? Karena ujung-ujungnya pasti minta bantuan!

Saling bantu-membantu sih tidak masalah, tapi kalau keseringan ya lelah juga!

Dari semenjak dia anak baru, ada peraturan tak tertulis di klub paduan suara; “Apapun itu, hindari anak-anak klub drama yang butuh bantuan. Bagaimanapun jangan janji ngasih pertolongan apalagi melibatkan anggota lain!!!”

Sekarang Laila sudah jadi anggota senior dikarenakan kakak kelas 3 semuanya sibuk mempersiapkan diri untuk ujian kelulusan dan tidak bisa aktif lagi dalam aktifitas ekstrakurikuler, biar bagaimanapun, Laila harus kuat dan tabah menghadapi ini semua!

“Klub drama sama paduan suara kejar-kejaran lagi ya?”

“Romantisnya~”

Laila mendengar sayup-sayup dialog dari siswa-siswi yang ia lewati dengan terburu-buru. Tentu saja, tradisi ini sudah biasa bagi siswa-siswi SMA Harapan. Dan darimana romantis?! Ini bukan genre romantis, tapi thriller!

‘Sial!’ Kenapa? Kenapa dia harus menjadi salah satu anggota senior yang paling dicari?!

Go Laila!!!

“Itu tuh! Disitu!”

Laila bisa mendengar suara kakak kelasnya ketika melewati bangunan kelas 3 IPA. Itu suara kak Aisyah dari kelas 3 IPA 1, mantan ketua klub paduan suara yang pensiun karena harus fokus persiapan Ujian Nasional, disampingnya berdiri mantan ketua klub drama yang berteriak khianat untuk memberitahu juniornya kearah mana Laila berlari.

Laila hanya memperdulikan suara kakak Aisyah dan menaikkan jempol kearah Aisyah dengan semangat.

Karena tidak fokus kearah jalan, Laila menabrak sesuatu- tidak, lebih tepatnya, seseorang. Laila nyaris terhempas kebelakang dan jatuh ke lantai kalau bukan karena orang yang ia tabrak dengan meraih lengannya dan menariknya.

“Maaf, maaf, maaf!” Laila langsung spontan meminta maaf dan merendahkan diri.

“Hampir kamu jatoh!” Suara tegas dan agak marah membuat Laila merasa tidak enak. Dia melihat ke orang yang sudah ia tabrak dan berkedip kaget.

“Bintang?” Ucap Laila kaget. Tapi dia makin merasa bersalah, apalagi ia ingat nada marah Bintang tadi. Sebulan lebih Laila mengenal Bintang, ia tak pernah mendengar Bintang marah. “Maaf banget, Tang. Kamu gak kenapa-napa kan?”

Wajah tegas Bintang meleleh, alisnya tertaut khawatir. “Aku gak masalah. Kamu? Gak apa-apa kan?”

Bintang menarik Laila tepat waktu tadi jadi Laila sama sekali tidak apa-apa. “Aku gak apa-apa, kok.”

“Lagian juga, kenapa buru-buru amat?” Tanya Bintang.

Pertanyaan Bintang mengingatkan Laila kalau dia masih buron. Panik, Laila melepas pegangan Bintang pada lengannya akan tetapi semua sudah terlambat.

“Laila!” sebuah tangan sudah meraih bahu Laila dengan erat.

Laila merutuk dalam hati. “My God!” Laila berseru kesal dan berbalik menghadap orang yang memanggilnya.

“Dengerin dulu!” Wakil ketua klub drama, Arif, merengek pada Laila. “Kali ini kita beneran butuh banget bantuan klub paduan suara, naskah meminta, tolonglah Laila!”

“Ga bisa—“

“Tolong, Laila.”

“Tanya Hanna,” Laila menggeleng.

“Iiih, Hanna serem kalau marah,” Arif merinding.

“Pokoknya aku gak bisa. Aku ada urusan hari ini,” Laila berbohong.

“Bohong!” Arif menuduh.

“Beneran kok!” Laila menantang.

“Urusan apa?”

“Tugas,” Laila menjawab tegar.

“Laila!” Suara baru memanggil dan bersumber dari belakang Arif.

Laila merinding dan mengintip kebelakang Arif.

Gadis cantik dengan make-up lumayan dewasa berjalan kearah Laila, bibirnya terlukis merah jambu yang membuat dia mencolok apalagi ditambah dengan rambut nya yang dikuncir dua, matanya terisi tujuan dan dia tidak akan mundur sampai tujuan itu terpenuhi. Sayangnya, tujuan dia adalah Laila.

“Bella...” Laila menelan ludah. Berbeda dengan Arif, Bela adalah lawan yang tangguh. Sebagai ketua klub drama yang notabennya penuh anak-anak yang suka mendrama, dia memiliki ketegasan yang bisa membuat semua anggota klub drama patuh dan segan padanya. Terkadang Laila bingung kenapa dia ada di klub drama dan bukan pramuka.

“Bantu kita di naskah kali ini. Aku jamin gak bakal lama.” Bella tidak basa-basi dan langsung ke inti.

Laila tersenyum pahit. “Maaf aja nih, Bel. Tapi aku gak bisa.”

“Kenapa?” Bella bertanya tajam.

“Aku ada urusan,” Laila mengelak. “Tugas...” Ia menambahkan dengan nada lembut.

“Gak mungkin. Amanda bilang kelas kalian gak ada tugas minggu ini,” Ucap Bella.

‘Awas kamu, Manda...’ Laila merutuk teman sekelasnya yang juga anggota klub drama.

“Cuma bentar kok, La. Hari ini gladi, bagian kamu bakal mudah di ingat, besok baru penampilan,” Bella menekankan

Laila memutar balik otaknya agar bisa mengelak tanpa menyakiti siapapun. Disaat dia bingung bagaimana cara meloloskan diri, Bintang merangkul bahu Laila dan mengagetkan Laila.

“Laila ada rencana belajar bareng sama aku,” ucap Bintang santai. “Jadi dia beneran gak bisa. Kita udah janjian dari minggu lalu”

Bella memandang kaget, ia sama sekali tidak menyangka akan ada pemain baru masuk dalam dialog dan membela Laila.

Wajah Laila langsung bersinar terang. “Iya!” dia menekan suaranya biar tidak terlalu keras. “Iya, kita berdua udah janjian belajar bareng. Gak enak aku sama dia,” Laila menepuk pundak Bintang yang tersenyum maklum.

Momentum argumen Bella terpukul mundur. Dia melihat antara Bintang dan Laila dengan curiga. “Gak bisa diundur?”

“Gak bisa, Bel. Udah janjian dari minggu kemaren,” Laila menggeleng cepat.

“Dia juga ketinggalan jauh di materi matematika. Kemaren aja remedial kuis,” tambah Bintang. “Aku cuma bisa hari ini sama besok.”

Laila terus mendekat kearah Bella dan berbisik. “Gak enak aku, Bel. Beneran. Aku yang minta-minta minggu kemaren, masa iya aku batalin di hari H juga?”

Laila melangkah mundur dan Bella kembali memandang Bintang dan Laila dengan tatapan penuh arti.

“Oke kalau kamu gak bisa,” Bella menyerah. “Aku gak bisa maksa kalau kamu emang udah ada rencana,” dia menatap Bintang dan Bintang menatap kembali dengan senyuman santai. Bella mengangguk pada Laila dan berbalik. “Ayo, Rif.”

“Ga apa ini Bel?” Arif bertanya.

“Dia emang gak bisa mau diapain? Kita cari Dela,” jawab Bella dengan penuh tekad.

Laila menghela nafas lega ketika melihat mereka pergi, dia hanya bisa membantu doa untuk Dela yang mungkin sekarang sedang bersembunyi disuatu tempat. Tapi itu sudah bukan urusan dia, toh Dela sudah sepuhnya berlari dan sembunyi, yang penting Laila nya selamat.

“Makasih ya, Tang,” Laila menatap Bintang dengan syukur. “Kamu memang terbaik.”

Bintang tersenyum biasa. “Jadi, hari ini abis pulang sekolah bisa kan?”

“Apanya?” Laila bertanya balik.

“Belajar bareng lah, kan kamu sendiri yang bilang.”

Laila melongo. “Ga- tapi, kan tadi—“ Laila mendadak gagu.

Lihat selengkapnya