Banyak orang berandai-andai memiliki kekuatan super, tetapi mereka tidak pernah memikirkan apa konsekuensinya.
Mei 2022
Secercah cahaya matahari di pagi hari menembus tirai membuat kamar kecil menjadi semakin terang. Erina terbangun karena cahaya yang menyilaukan itu tepat mengenai wajahnya. Ia tidak tidur di kasur, melainkan tertidur di atas meja karena sibuk belajar semalaman. Ikatan rambut yang ia kenakan sudah hampir jatuh di ujung rambutnya yang licin. Kertas-kertas di atas meja jatuh berserakan ke lantai.
“Erina,” terdengar suara lembut dari balik pintu.
Erina menengok ke arah suara berasal, membuka matanya sedikit demi sedikit melihat pintu yang perlahan terbuka. “Iya Bu..”
“Kau sudah bangun kan?” Ibu Erina mengusap kepalanya dan menyelamatkan ikat rambut yang hampir jatuh. “Kenapa kamu sering tertidur dengan keadaan kamar seperti ini sih,” gumam Ibu Erina dalam hati.
Erina menegakkan kepalanya lalu mengikat rambutnya. “Hari ini aku ada ujian Bu, nanti aku beresin kok kamarnya.”
Ibu Erina mengernyitkan dahi. Ini memang bukan pertama kalinya Erina seolah-olah menjawab perkataan yang ia ucapkan dalam hati. Tapi tetap saja hal ini selalu mengherankan.
“Erina, kamu baca pikiran Ibu ya?”
“Kan sudah aku bilang Bu–,” Erina beranjak dari duduknya. “Aku ini emang bisa baca pikiran Ibu, habis ini Ibu bakal ke kamar Gumi dan bangunin dia kan?”
Ibu menepuk bahu Erina, “Yah itu kan emang kebiasaan Ibu sehari-hari!”
Erina tertawa kecil ia berjalan mengantarkan ibunya kembali ke pintu. “Makanya Ibu jangan keseringan nonton drama korea yang aneh-aneh deh. Mana ada aku bisa baca pikiran Ibu, itu cuma ada di film atau cerita-cerita aneh,” ucap Erina segera menutup pintu sebelum Ibu menyahut perkataannya.
Erina menghela napas, ia menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Sejak kejadian sembilan tahun yang lalu Erina tidak pernah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Terkadang ia mendengar perkataan orang lain yang sebenarnya tidak mereka ucapkan, terutama ketika mereka sedang menyentuhnya.
***
Erina berjalan menyusuri lorong kampusnya, banyak juga mahasiswa lain yang berlalu-lalang menuju tujuannya masing-masing. Ia berjalan perlahan menengok kanan dan kiri, memerhatikan langkah setiap orang di sekitar agar tidak ada yang mengenainya.
Sampailah ia pada tujuannya, matanya memerhatikan seisi kelas dengan seksama. Terlihat seorang perempuan mengenakan jilbab berwarna cokelat muda yang senada dengan bajunya sedang duduk di barisan tengah dan membaca buku di hadapannya.
“Ketemu,” ucap Erina kecil dan segera menghampiri perempuan tersebut.
“Katanya udah belajar semalem, kok masih sibuk aja sih,” kata Erina duduk di samping perempuan tersebut.
“Aduh Er.. kamu tau sendiri kan, mata kuliah ini tuh terlalu banyak teorinya. Mustahil aku bisa hafal dalam semalem,” gerutunya.
“Tyas.. Tyas.. udah deh sekarang kita tenang aja dan berdoa semoga soal yang keluar bakal sesuai sama yang kita pelajarin,” Erina menutup buku yang digenggam Tyas.
“Tapi aku kan panik Er!” Tyas mengguncang bahu Erina.
“Tyas..,” ucap Erina mendengus kesal.
“Oh iya, ups! Sorry aku lupa kamu ga suka dipegang-pegang,” Tyas segera menarik tangannya.
“Waw pikiran kamu bener-bener penuh sama materi ujian ini ya,” kata Erina yang segera berbalik melihat ke depan karena dosen sudah masuk kelas.
“Baik, seperti yang Ibu bilang minggu kemarin bahwa hari ini ada kuis. Silahkan kumpulkan handphone dan taruh tas kalian di depan,” sang dosen mengumumkan.
Para mahasiswa segera keluar dari bangkunya masing-masing untuk menuruti perintah dosen. Tapi tidak dengan Erina, ia menunggu seluruh temannya selesai mengumpulkan handphone dan menaruh tas di depan karena tidak ingin ikut berdesakan dengan teman-temannya. Setelah semua temannya selesai Erina pun ke depan untuk menaruh tas dan mengumpulkan handphone-nya.