Harapan Pembaca Pikiran

Haqoni Jannati Adnin
Chapter #6

Bab 5

Erina dan Ardi sampai ke markas dibalik minimarket. Ardi membuka pintu dan Erina masuk ke dalam ruangan. Terlihat Nala, Santi, Ira, dan Miss K sedang duduk bersama di tengah ruangan. Mereka secara bersamaan menengok ke arah kedatangan Ardi dan Erina.

Santi tersenyum lebar. “Erina! Aku senang kamu ikut,” ia berlari kecil menghampiri Erina. “Ayo ikut aku, kita punya kejutan untukmu.”

Santi menarik Erina menuju lantai dua, ia membuka pintu yang tepat berada di depan tangga. “Ayo lihat ini Er! Aku mendekorasinya untukmu,” Santi tersenyum lebar.

“Untuk aku?” Erina melihat ke dalam ruangan tersebut. Ukurannya memang lebih kecil dibandingkan kamar di rumahnya. Namun tertata dengan begitu rapi, terdapat sebuah kasur yang bersampingan dengan jendela kecil, di depannya terdapat meja dengan komputer di atasnya. Semua ruangan tersebut serba putih benar-benar menunjukkan ciri khas mereka yang tidak pernah berubah. Hanya dekorasi bertuliskan ‘WELCOME ERINA’ yang berwarna ungu menggantung di dinding.

“Apa maksudnya ini?”

“Ah maaf Erina, kamu bisa mendekorasinya sesukamu nanti!” Miss K berteriak dari bawah.

Santi kembali menarik tangan Erina menuju ruangan di sampingnya. “Ini dia, aku juga sudah mendekorasi ruanganku. Cantik bukan?”

Penataan ruangan tersebut tidak jauh berbeda dengan ruangan yang sebelumnya. Hanya saja ruangan tersebut sudah diberi warna yang cukup mencolok yaitu warna kuning yang menghiasi hampir seluruh ruangan. 

“Tapi untuk apa?”

“Ayolah Er,” Santi mengajak Erina duduk pada kasur di dalam ruangannya. “Tentu saja ruangan itu untukmu istirahat. Jadi kalau kamu lelah selesai latihan, kamu bisa istirahat sepuasnya di sini.”

Erina menghembuskan napasnya, “aku belum bilang kalau aku setuju.”

“Bukankah kedatangan kamu sudah menjadi jawaban Er” Santi mengusap kedua tangan Erina. “Kamu datang kesini karena kamu juga ingin tahu bukan, caranya mengendalikan kekuatanmu.”

Santi mengambil buku yang ada di atas meja lalu menyodorkannya pada Erina. “Lihat ini.”

Buku tersebut terlihat seperti buku catatan harian bersampul kuning. Sisi kertasnya agak keriting dan berjarak menandakan bahwa buku tersebut sudah sering digunakan. Erina membukanya perlahan dan membalik halamannya satu per satu. Pada setiap halaman kertas terdapat nama seseorang, tanggal kejadian, dan cerita mengenai apa yang terjadi pada hari yang dituliskan. Persis seperti buku harian, namun terdapat satu hal yang membuat Erina begitu tertarik. Cerita yang dituliskan pada buku harian tersebut bukanlah cerita biasa, cerita yang dituliskan adalah cerita mengenai orang-orang yang berhasil Santi selamatkan melalui kemampuan yang ia miliki. 

Erina membuka halaman terakhir buku tersebut, terdapat garis merah pada nama yang dituliskan. “Apa maksudnya ini?” nama lainnya yang Erina lihat diberi garis biru atau kuning, tapi yang ini berwarna merah.  

Santi tersenyum. “Itu dia Er, aku juga tidak selalu berhasil membantu orang. Ada saatnya aku tidak bisa sepenuhnya mengendalikan kekuatanku bahkan ketika aku sudah mempelajarinya.”

“Apa yang terjadi?”

“Ada kalanya kemampuan aku ini berbalik Er. Ketika aku menyentuh mereka, emosinya bukan menjadi reda dan tenang. Namun justru sebaliknya, emosi orang-orang tersebut meningkat dan malah menjadi pertengkaran besar. Saat itulah Miss K menemukanku,” Santi tersenyum.

“Bagaimana bisa?”

“Aku sangat mencintai kemampuanku Er,” mata Santi berbinar.

Erina menaruh buku harian Santi dari genggamannya, “ah tentu saja.” 

Kemampuan yang Santi miliki adalah menenangkan emosi seseorang, siapa yang tidak menyukai kemampuan tersebut? Jika Erina memiliki kemampuan seperti itu tentu saja ia juga akan menyukainya. Menyentuh seseorang dan membuatnya tenang tentu tidak akan membuat hidupnya sulit dan terganggu. Tidak seperti mendengar berbagai pikiran orang tanpa keinginan dan menyulitkan hidupnya seperti yang terjadi ketika ia kuis kemarin. 

“Tapi tidak semudah yang kau pikirkan tentunya Er. Aku menyadari kemampuan ini pada hari-hari yang sebenarnya tidak ingin aku ingat kembali. Ayah dan ibuku, mereka tidak pernah akur. Setiap hari aku mendengar mereka saling berteriak dan memaki. Adikku Seli, ia selalu berlari ke kamarku ketika pertengkaran terjadi. Seli mengatakan bahwa ketika ia berada di pelukanku dia merasakan ketenangan dan kehangatan. Tentu saja aku menyukainya, karena aku merasa berguna untuk adikku. Tapi aku tidak pernah menyangka bahwa itu adalah kemampuan yang aku miliki, dan bisa aku berikan tidak hanya untuk Seli. Aku mengetahuinya pada hari ketika pertengkaran ayah dan ibu lebih hebat dibandingkan biasanya. Seperti biasa Seli selalu berada di kamarku ketika ayah dan ibu bertengkar. Namun Seli terus menangis karena teriakkan ayah dan ibu tidak kunjung reda. Akhirnya aku memutuskan keluar kamar untuk mengambil air untuk Seli. Namun ketika aku berjalan menuju dapur aku melihat ayah…,” Santi menundukkan kepalanya.

Mendengar cerita Santi dan perkataannya yang tertahan, Erina mendekatkan posisi duduknya dengan Santi. Ia mengusap pundak Santi berharap memiliki kemampuan yang Santi miliki agar dapat memberikan ketenangan padanya. 

“Aku melihat ayah hendak melempar piring digenggamannya pada ibu,” ucap Santi. “Karena melihat hal itu aku langsung berlari ke arah ayah dan menahan tangannya, saat itulah aku sadar bahwa aku memiliki kemampuan ini. Kamu memang tidak melihatnya Er, tapi ketika aku menyentuh kalian dan memberikan ketenangan itu aku dapat melihat cahaya kuning yang terpancar dari sentuhanku. Tentunya saat itu aku terkejut, namun berkat sentuhanku tersebut ayah tidak jadi melemparkan piring digenggamannya dan terduduk lemas menyadari hal yang hampir saja ia lakukan.” 

Erina terdiam mendengar cerita Santi. Beberapa jam yang lalu ia baru saja mendapatkan cerita dari Ardi mengenai kebenciannya terhadap kemampuannya. Sama seperti yang Erina rasakan. Namun kali ini Santi begitu menyukai kemampuannya tetapi mengingat hal tersebut tentu tidak mudah. Setiap orang memiliki cerita mereka masing-masing menemukan kemampuannya. 

Lihat selengkapnya