Hampir dua bulan Erina menjalani hari-hari dengan kuliah dan latihan di markas. Belum banyak perkembangan mengenai kemampuannya, kesibukannya di kuliah sangat menyita waktu Erina untuk fokus dalam latihan. Miss K meminta Erina untuk memahami dan merasakan apa yang terjadi pada dirinya ketika ia sedang mendengar pikiran orang lain. Nala dan Santi secara sukarela selalu menjadi tempat percobaan Erina untuk membaca pikiran mereka. Ira sama sekali tidak ingin membuang waktunya untuk dikorek-korek isi pikirannya. Namun ia berjanji akan menjaga Gumi dari gangguan teman-temannya dan sejauh ini berhasil karena Gumi mulai terlihat kembali ceria yang artinya tidak ada gangguan lagi dari teman-temannya.
Tidak hanya kemampuannya membaca pikiran saja yang perlu dilatih, namun Miss K menyuruh mereka untuk melatih kemampuan fisiknya juga. Ardi membantu Erina dalam bagian ini, meskipun belum banyak yang Erina pelajari. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi ketika menghadapi musuh. Walaupun Erina masih belum tahu sebenarnya hal apa yang perlu mereka lawan dan mengapa mereka tetap harus bersama. Mengingat buku catatan Santi, ia tetap bisa menolong banyak orang meskipun sendirian.
“San, kamu sedang memikirkan menu makanan apa yang cocok untuk malam ini?” tanya Erina yang sedang duduk berhadapan dengan Santi.
“Eh bagaimana kamu bisa tau? Kamu tidak menyentuhku Erina?!” Santi mengangkat kedua tangannya.
Sebenarnya Erina tidak terlalu heran, ia sudah pernah mendengar isi pikiran satu kelas tanpa menyentuh mereka. Tapi kali ini Erina lakukan secara... sengaja?
“Ehmm,” Erina mencoba menjelaskan. “Aku berusaha mengingat apa yang aku rasakan ketika mendengar pikiran kalian. Biasanya aku merasa hanya mendengar pikiran orang yang aku sentuh tanpa mendengar yang lain. Jadi tadi aku mencoba untuk fokus dan berusaha mendengar apa yang ada di pikiranmu dan terus melihatmu mengabaikan suara-suara lain, dan- ya ternyata berhasil.”
“Wah! Kau luar biasa Erina!” Santi lompat dari tempat duduknya dan menarik Erina ke ruang tengah. “Miss K Erina berhasil! Dia bisa membaca pikiranku tanpa menyentuhku!”
“Oh ya?” Miss K menoleh dan tersenyum tenang.
“Iya, ayo coba lagi Er!”
“Ehmm sepertinya aku butuh waktu lama San, jangan terlalu semangat dulu.”
“Tidak apa-apa, coba saja,” ucap Miss K.
“Baiklah.”
Erina mencoba menatap Santi dan mengabaikan suara-suara di sekitarnya. Miss K dan yang lainnya ikut memerhatikan dan berusaha untuk tidak bersuara sedikit pun. Hening cukup lama, detik demi detik berlalu. Saking heningnya hanya suara jam yang terdengar, namun Erina berusaha untuk terus fokus dan memaksakan diri tenggelam dalam pikiran Santi.
“Aku yakin..” ucap Erina ragu dan memiringkan kepalanya. “Erina pasti bisa?”
“Yap benar Er! Aku yakin kamu pasti bisa,” ucap Santi girang.
“3 menit 20 detik,” ucap Miss K. “Masih terlalu memakan waktu, tapi itu bagus. Kamu tidak perlu repot menyentuh mereka jika butuh membaca pikirannya.”
“Jangan coba-coba membaca pikiranku,” Ira bergidik ngeri lalu naik ke atas menghindari tatapan Erina.
“Ah ya Miss K,” Erina duduk di samping Miss K tempat Ira tadi duduk. “Apa boleh aku libur sekitar dua minggu kedepan? Ada ujian akhir dan banyak tugas akhir yang harus aku selesaikan. Aku tidak yakin bisa membagi waktuku dengan baik jika harus terus ke sini.”
“Hmm ujian akhir ya? Berarti setelah itu kamu libur?”
Erina menganggukan kepalanya menjawab pertanyaan Miss K.
“Baiklah, aku tidak ingin mengganggu kuliahmu. Tapi saat kamu libur menginaplah di sini. Sepertinya waktu liburmu perlu kita manfaatkan untuk berlatih ekstra.”
“Ya aku juga berniat menggantinya dengan hari libur nanti,” jawab Erina tersenyum.
***
Erina menghabiskan pekan ujiannya tanpa gangguan sedikitpun. Meskipun ia sudah semakin mempelajari kemampuannya. Erina sama sekali tidak memanfaatkan kemampuannya tersebut ketika mengerjakan ujian. Hari terakhir ujian, Erina keluar kelas dengan senyuman. Kekhawatiran Erina soal dirinya yang bisa tiba-tiba mendengar pikiran seisi kelas tidak terjadi.
“Ujiannya lancar Er?” tanya Kak Ben yang melewati depan kelas Erina.
“Eh Kak Ben, ya kurang lebih gitu lah.”
“Baguslah kalau gitu, sekarang kita ikut yang lain siap-siap yuk.”