Harga Sebuah Pelukan

Iir
Chapter #1

Trauma Cinta


Katanya, kebahagiaan terbesar seorang wanita adalah dicintai dan dinikahi oleh pria yang serius ingin hidup bersamanya. Namun, bagaimana jika cinta itu tak pernah datang hanya karena satu alasan yang tak bisa diubah—kondisinya sebagai wanita tidak normal, yang membuatnya takut untuk jatuh cinta, apalagi menikah! Inilah yang dialaminya, seorang wanita yang diam-diam mendambakan cinta sejati, namun terus dihantui ketakutan akan penolakan. Alih-alih terjebak dalam rasa sepi, ia menemukan cara unik untuk menyembuhkan dirinya dan orang lain—menjadi seorang terapis peluk. Dengan pelukan, ia berharap bisa merajut kembali jiwa-jiwa yang terluka, termasuk dirinya sendiri. Dalam dunia yang dingin dan penuh tekanan, ia percaya, sentuhan sederhana bisa menjadi penyambung jiwa yang paling mendalam.

"Saat kamu merasa sendirian, ingatlah kata-kata terapis keluarga Virginia Satir, 'Kita membutuhkan 4 pelukan sehari untuk bertahan hidup, 8 pelukan untuk pemeliharaan, dan 12 pelukan sehari untuk pertumbuhan.'

"Jadi, sudahkah kamu dipeluk dan memeluk orang yang kamu cintai? Bila belum, maka luangkanlah sedikit waktu untuk memeluk orang-orang yang kamu sayangi dan cintai. Namun bila tak ada seorang pun yang memelukmu hingga hari ini, kami dari terapi peluk sentuhan hati penyambung jiwa, bisa membantu memberikanmu pelukan hangat agar hari-harimu tak lagi dingin dan jiwamu sehat kembali. 

     Bukan tanpa alasan dan hanya untuk terlihat beda, ia mendirikan klinik terapi peluk ‘sentuhan hati penyambung jiwa'. Ia memiliki misi untuk memberikan kenyamanan dan rasa aman melalui pelukan hangat dan menenangkan pada setiap kliennya yang memang butuh terapi ini. Walau dia tidak hanya fokus pada terapi pelukan, sebab klien bisa memilih hanya ingin curhat saja atau ingin layanan lebih yaitu ditambah adanya kontak fisik melalui pelukan menenangkan hati yang tentunya tetap ada batasan-batasan. Tentu saja pelukan di kliniknya bukan sekadar kontak fisik, tapi lebih dalam bentuk memberikan dukungan emosional yang kuat, juga sebagai salah satu cara untuk menyampaikan cinta dan kepedulian serta mencoba mengalirkan kekuatan tanpa perlu kata-kata. 

  Setelah beberapa bulan klinik terapi peluknya diluncurkan, akhirnya hari ini ia kedatangan klien pertamanya. Seorang wanita yang ia taksir berusia sekitar 30-an, dengan rambut hitam legam sebahu melangkah masuk ke ruangan apartemennya yang ia sulap menjadi sebuah klinik kecil. Ia melebarkan senyum hangat dan menuntun wanita itu duduk di sofanya yang nyaman dengan beberapa buah bantal kursi nan empuk. Ia berusaha menciptakan suasana santai, agar kliennya tidak merasa tegang untuk berbagi keluhan dengannya. Cat dinding kamarnya yang berwarna pastel, memberikan kesan luas dan lembut. Selembut pembawaan gadis berhidung mungil yang sudah duduk di sampingnya. Di sesi 5 sampai 10 menit pertama, ia membukanya dengan beberapa pertanyaan sebagai pancingan. Setelah sebelumnya mempersilahkan kliennya untuk memperkenalkan diri dan menanyakan kebutuhannya, apakah hanya ingin sharing saja atau ingin mendapatkan layanan tambahan berupa kontak fisik melalui terapi pelukan yang menenangkan. Ia pun siap memulai sesinya hari ini bersama klien wanita pertamanya. 

    “Apa yang Mbak Nuri rasakan saat ini? “

  Wanita bermata coklat dan sayu yang duduk di sebelahnya itu pun mulai berbagi isi hati. Bibir mungilnya yang beralas lipstik berwarna peach, bercerita soal perasaannya. Ia biarkan wanita berwajah manis berkulit sawo matang di sampingnya mengeluarkan unek-unek yang mungkin telah menyesaki dadanya sekian lama. Ia tak akan menyela, apalagi memberi solusi. Cukup hanya menyediakan kedua kupingnya untuk menyimak setiap ucapan yang ia dengar. Salah satu tahap penting agar klien merasa didengarkan, sebelum akhirnya meminta saran terbaik dan tepat untuk masalah yang mengganggu hidup mereka. 

  “Impian setiap wanita adalah bisa menikah dengan orang yang ia cintai dan mencintainya. Namun kehilangan berkali-kali orang yang saya cintai secara tragis, membuat saya bertanya-tanya, apakah saya masih berhak mendapatkan cinta dan memiliki rasa cinta? Saya didera rasa trauma, Mbak Keisya, untuk kembali mencintai seseorang yang mencintai saya. Ini keempat kalinya seorang lelaki melamar saya. Meskipun saya sangat bahagia bisa kembali bertemu seorang pria yang serius ingin hidup bersama. Dulu sudah berkali-kali saya menjalin hubungan dengan pria, namun selalu kandas ketika akan menikah. Padahal semua pria yang menjalin hubungan dengan saya rata-rata serius untuk menjadikan saya sebagai istrinya. Namun apa daya, ada saja kejadian yang membuat hubungan percintaan saya tidak sampai ke jenjang pernikahan.”

  Nuri diam sejenak sambil menarik nafas panjang dengan mata yang mulai berembun, sebelum akhirnya kembali curhat padanya. 

  “Bayangkan Mbak Keisya, calon mempelai pertama saya meninggal mendadak tanpa sakit apapun sehari sebelum pernikahan kami. Lalu setelah saya berhasil menemukan kembali pria yang mencintai dan saya cintai, tiba-tiba saja di hari pernikahan kedua saya, mendapat kabar mempelai pria mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat. Padahal para kerabat dan undangan serta penghulu pernikahan sudah hadir waktu itu. Akhirnya pernikahan yang harusnya membuat saya bahagia, harus berakhir dengan tangis yang menyesakkan dada. Lagi-lagi setelah saya berhasil bangkit, calon pengantin pria ketiga juga tiba-tiba meninggal karena sakit.

Sekarang, saya kembali berencana akan menikah, tapi saya benar-benar takut, Mbak! Bagaimana kalau calon yang keempat ini juga mengalami nasib yang sama? Apakah benar saya wanita pembawa sial? Sehingga setiap pria yang mendekati saya akan bernasib sial juga. Trauma itu begitu membekas, membuat saya takut menjelang hari pernikahan tiba. Apa yang harus saya lakukan, Mbak? Apa saya batalkan saja pernikahan ini, mumpung belum saya sebarkan undangan karena baru tahap menerima lamaran, “ jelas klien bernama Nuri dengan mimik wajah di penuhi rasa cemas. 

     Keisya menggenggam tangan Nuri yang mulai berkeringat dingin, demi meringankan rasa paniknya. Keisya berusaha mendengarkan dengan seksama, sembari memberikan anggukan kecil dan senyuman lembut di sela-sela cerita Nuri. Setelah sekitar 10 menit mendengarkan dengan penuh perhatian, Keisya merasa saatnya untuk menawarkan dukungan fisik yang lebih personal. 

Lihat selengkapnya