Harga Sebuah Pelukan

Iir
Chapter #5

Manusia Kamar

Keisya sudah kembali ke apartemennya dan disambut oleh penjaga apartemen yang menyodorkan sebuah kartu undangan untuknya. Keisya merasa sangat senang ternyata dari Nuri yang akan menikah besok siang. Akhirnya Nuri berani menghadapi pernikahan keempatnya dan Keisya sudah tidak sabar untuk menghadirinya. Kebetulan lagi hari ini tidak ada janji dengan klien. Ia ikut senang dan merasa bersyukur sambil mendoakan semoga besok pernikahan Nuri berjalan lancar. Keisya pun mempersiapkan diri akan memakai gaun apa untuk ke pesta, walau dia sedikit bingung karena baru kali ini ia menghadiri pesta pernikahan. 

     Keisya sudah tiba di lokasi acara, lalu masuk sambil menatap ke sekeliling ruangan  pernikahan. Begitu sampai di dalam, Keisya melihat Nuri yang sudah dirias dan berparas ayu dengan kulit kuning langsatnya, duduk di kursi pengantin dengan wajah berbinar-binar. Namun Keisya menangkap perasaan cemas di paras cantiknya. Keisya pun mendekat, 

"Ayolah, Nuri. Tidak usah tegang begitu, ini kan hari bahagiamu." 

"Iya Mbak Keisya, tapi rasa cemas ini tak bisa Nuri cegah hadir, meski tengah berbahagia. Sering kali bayangan pahit menjelang pernikahan Nuri di masa lalu selalu datang padahal sudah coba Nuri tepis."

"Saya mengerti, tapi kamu harus yakin bahwa jodoh adalah rahasia Tuhan. Kita hanya bisa pasrah sambil terus bertawakal, " jelas Keisya, mencoba meringankan rasa cemas sang pengantin wanita. 

Senyum pun kembali mengembang di wajah Nuri. Sambil menarik nafas yang dalam, ia mencoba menenangkan dirinya.

"Datang sendirian saja? Ayo coba dicicipi makanan ringannya," Sapa Ibu Nuri menghampirinya.

"Iya terima kasih, Bu." Keisya pun menghampiri meja yang di penuhi aneka kue basah dan minuman.

"Kita lihat saja, apa kali ini pengantin prianya terkena musibah seperti sebelumnya."

"Betul, Nuri itu kan wanita pembawa sial. Buktinya beberapa lelaki yang ingin menikahinya selalu meninggal mendadak."

"Sebaiknya si Nuri di rukiah dulu, mungkin saja ada jin yang tak rela ia menikah."

     Keisya hanya diam mendengar beberapa tamu wanita di seberangnya membicarakan mitos yang mereka percaya. Ternyata dalam cinta ada mitos yang menyesatkan seperti ini. Menurutnya ini bisa terjadi bagi beberapa orang yang tak percaya akan takdir cinta. 

"Pernikahan pertamanya tak terlaksana karena calon suaminya meninggal mendadak akibat sakit. Padahal hari dan tanggalnya sudah ditentukan. Berhari-hari Nuri menangis akibat kehilangan cinta pertamanya. Beberapa bulan kemudian ia baru bisa membuka hati lagi pada pria lain. Namun di saat undangan sudah disebar dan persiapan pernikahan sudah mendekati selesai, calon suami keduanya malah tewas dalam kecelakaan. Calon suami ketiga Nuri juga bernasib sama, umurnya pendek. “

 Ibu Nuri berkisah pada Keisya ketika ia tengah duduk menikmati makanannya.

"Terus, bagaimana akhirnya Nuri mau kembali diajak menikah, Bu?" Tanya Keisya mencoba berempati.

"Memang, trauma itu begitu membekas hingga ia berniat tak ingin menjalin hubungan lagi dengan pria mana pun. Namun calon suaminya yang keempat ini terus meyakinkan Nuri bahwa semua yang terjadi padanya adalah takdir. Kalau memang jodoh, mereka pasti jadi menikah. Tapi tetap saja Nuri gugup dan cemas. Ia kembali takut kalau takdir kali ini tak berpihak padanya."

"Pasti sangat berat bagi Nuri dalam menghadapi traumanya ya, Bu. "

"Begitulah, oh ya sebentar! Ibu mau menyambut tamu jauh yang sudah pada datang. Kamu nikmati saja hidangannya."

"Iya, Bu," jawab Keisya mulai merasa nyaman. Terus terang, ia sebenarnya tak pernah suka dan tak nyaman hadir di acara pernikahan, sebab hanya akan mengingatkan pada dirinya yang tak pernah berani untuk menikah. Walau dihatinya yang paling dalam sangat mengimpikan hari pernikahannya sendiri. 

    Selesai menikmati hidangan pesta, Keisya pun menghampiri Nuri yang masih gelisah menunggu datangnya sang pengantin pria.

"Selalu ada harapan dalam cinta, Nuri. Sebab tak ada yang bisa mengubah takdir cinta."

Lihat selengkapnya