Keisya Hanna menutup klinik terapi peluknya untuk 1 bulan ke depan, sebab ia akan fokus menangani permasalahan Tania anaknya Mbak Rina. Jam kerjanya mulai dari pukul delapan pagi hingga lima sore, bertepatan dengan pulangnya ayah Tania dari kantor. Sementara Mbak Rina ibunya hanya mendampingi dan ikut mengawasi Tania saja, sebab Tania belum mau dengannya. Begitu sampai, Keisya melihat wajah murung Tania yang lagi bersandar di bahu ayahnya.
“Sayang, ayah pergi ke kantor dulu. Oh iya, ini ada Mbak Keisya yang akan menemani Tania sampai ayah pulang kerja. “
Tania hanya mengangguk sambil melepas pelukan ayahnya, lalu melihat sekilas wajah Keisya yang mencoba tersenyum ramah padanya. Keisya berusaha bersikap hangat dan tidak kaku agar Tania mau menerimanya, walau dalam hati ia mulai khawatir Tania akan menolaknya juga.
“Tania sudah sarapan?” tanya Keisya lembut
Tania menggeleng, lalu berkata
“Mau minum jus apel saja. “
“Baiklah, Mbak ambilkan dulu yah. “
Keisya lalu menuju dapur menemui Mbak Rina yang kemudian membuatkan jus apel. Begitu selesai, Keisya kemudian membawakan segelas jus tersebut pada Tania. Namun Tania malah tidak menghabiskan jus itu dan hanya meminumnya sedikit sambil berkata,
“Jusnya hambar dan tidak enak! “
Kemudian Tania tiba-tiba beranjak dari sofa ruang tamu dan mendekati ibunya lalu membuang jusnya begitu saja di kaki Mbak Rina. Keisya agak ternganga melihat sikap Tania sekaligus merasa kasihan mendapati ekspresi wajah Mbak Rina yang terkejut sekaligus sedih.
“Tania, kenapa? yuk! “ ajak Keisya membujuknya kembali ke ruang tamu. Tania menurut kemudian berkata lagi,
“Tania mau spaghetti Mbak. “
“Oke, sebentar Mbak Keisya buat dulu ya. “
Keisya memutuskan untuk membuatnya sendiri tanpa meminta Mbak Rina yang memasaknya, sebab rekan terapisnya itu masih terlihat shock.
Siang harinya sebelum istirahat, Keisya membujuk Tania untuk makan bersama Mbak Rina dan dirinya. Namun Tania hanya makan sedikit sementara nasinya hanya diaduk-aduk sambil berucap,
“Lauknya tidak enak!” Lalu tanpa diduga Tania membalikkan piringnya, hingga nasinya tumpah ke atas meja makan.
“Sayang, kenapa nasinya ditumpahkan semua? Tania Mau makan pakai lauk apa? Biar mamah masak lagi, “ bujuk Mbak Rina.
Tania tidak menjawab tapi malah membawa piringnya ke dapur dan membantingnya ke lantai sampai pecah. Mbak Rina dan Keisya hanya diam terpana, sebelum akhirnya Mbak Rina membereskan pecahan beling dari piring yang berserakan. Begitu juga ketika menjelang sore saat Tania meminta segelas susu, ia pun membanting gelasnya dan mengatakan bahwa ia tidak mau susu sapi! Mbak Rina hanya bisa mengelus dada dengan wajah yang kian lelah menghadapi perilaku anaknya yang berubah drastis.
“Mbak Rina beristirahatlah dulu. “
“Makasih Mbak Keisya, saya ijin mau ke kamar dulu. Kalau perlu sesuatu Mbak Keisya hubungi saya. “
“Siap Mbak Rina. “
Keisya terus menemani Tania hingga sore hari, mulai dari makannya, tidurnya dan ia senang Tania mau ia temani. Bahkan Tania sudah tak sungkan-sungkan memeluk dan bersandar di bahunya. Mbak Rina hanya bisa melihat anaknya dari kejauhan dengan wajah penuh kerinduan.