Harga Sebuah Pelukan

Iir
Chapter #14

Delusi Cinta

Tanpa terasa, kini Keisya sudah memasuki semester 3 dalam studi program profesi psikologi yang ia ambil. Kesibukan mulai menyelimuti hari-harinya dengan tugas magang profesi, atau yang disebut pkpp, yang harus dijalani di semester 3 dan 4. Seperti mahasiswa program profesi lainnya, Keisya diberi tugas mencari sepuluh kasus di berbagai instansi seperti rumah sakit jiwa, yayasan dan panti sosial, serta penjara atau lapas narkotika. Dia harus menemukan subyek di tempat-tempat tersebut, menganalisa kondisi mereka, dan menentukan penanganan apa yang cocok untuk mereka. Namun, tugasnya hanya sebatas memberikan saran penanganan, bukan menangani langsung.

Karena itu, Keisya memutuskan untuk tidak menerima klien terapi peluk terlebih dahulu, agar bisa fokus menyelesaikan tugas pkpp-nya. Setiap laporan yang dia buat nanti akan diuji atau disidangkan oleh penguji dari himpunan psikologi, untuk menentukan apakah dia layak menjadi psikolog atau tidak. Sementara itu, tugasnya sudah setengah jalan. Dia telah menyelesaikan laporan dari penjara dan panti sosial. Kini, dia harus mencari subyek di rumah sakit jiwa.

Keisya tiba di rumah sakit jiwa pada pagi hari, saat jam buka. Suasana di sana tampak suram dan lengang, seolah-olah dinding-dinding rumah sakit menyimpan ribuan cerita yang tak pernah diceritakan. Dia berjalan pelan di lorong rumah sakit, melewati ruangan-ruangan yang diisi oleh para pasien dengan berbagai kondisi mental. Meskipun rumah sakit ini dihuni banyak jiwa, tetapi jiwa-jiwa itu seperti tak bernyawa, hanya bergerak dalam kesunyian mereka sendiri.

Di salah satu sudut, Keisya melihat seorang pria dalam sebuah kamar yang dikunci. Pria itu tampak gelisah, matanya terus bergerak liar, dan bibirnya bergetar seolah-olah menggumamkan sesuatu. Seorang perawat berdiri di dekatnya, mencoba menenangkannya dengan suara lembut.

“Kenapa harus dikurung seperti ini, Bu?” tanya Keisya dengan hati-hati, berusaha untuk tidak terlihat terlalu cemas.

Perawat itu menoleh dan tersenyum tipis,

 “Demi keselamatan pasien ini sendiri dan para penghuni lain yang ada di rumah sakit jiwa ini,” jawabnya dengan nada tenang namun tegas.

Keisya mengangguk pelan. 

“Separah itukah, Bu?” lanjutnya dengan nada penuh rasa ingin tahu.

Perawat itu menghela napas panjang sebelum menjawab. 

“Ketika pasien seperti ini sedang mengamuk, mereka bisa melukai dirinya sendiri atau bahkan orang lain. Jadi, untuk sementara, kami terpaksa mengurungnya sampai kondisinya lebih stabil.”

Keisya merasa iba.

 “Ya Tuhan, saya tak pernah membayangkan…,” gumamnya pelan. Meskipun ia sudah belajar banyak teori tentang gangguan mental, melihat kenyataannya langsung di depan mata membuatnya merasa sangat berbeda.

“Apakah mereka sering mengalami serangan seperti ini?” tanya Keisya lagi.

Perawat mengangguk. 

“Tergantung kondisinya. Ada yang hampir setiap hari, ada juga yang sebulan sekali. Itu sebabnya kami harus selalu waspada.”

Keisya terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja dia dapatkan. Ia kemudian melanjutkan langkahnya, memasuki bagian rumah sakit yang lain. Di ujung koridor, dia melihat seorang pria tua duduk di sebuah kursi rumah sakit, tatapannya kosong, menatap langit-langit dengan mata yang tampak basah. Keisya mendekatinya dengan hati-hati.

“Permisi, Pak,” sapanya lembut.

Pria tua itu tidak langsung menjawab. Butuh beberapa detik sebelum dia menoleh, matanya tampak keruh.

 “Siapa kamu?” tanyanya dengan suara serak.

“Saya Keisya, mahasiswa psikologi yang sedang melakukan magang di sini,” jawabnya, mencoba tetap tersenyum meski hatinya sedikit bergemuruh.

Pria itu menatapnya lama sebelum akhirnya menghela napas.

 “Ah… saya pernah kenal seorang mahasiswi psikologi sepertimu dulu. Dia baik… sangat baik… tapi dia pergi… mereka semua pergi,” gumamnya dengan nada pahit.

Keisya merasa penasaran. “Siapa yang Bapak maksud? Mahasiswi itu?”

Pria itu menggelengkan kepala. 

“Saya… sudah lupa. Terlalu banyak yang datang dan pergi. Tak ada yang tinggal lama di sini. Tak ada yang bisa bertahan.”

Lihat selengkapnya