Untuk apa aku berlari, jika pada akhirnya aku hanya akan singgah di sisimu
KRINGGG....
Suara bel istirahat berbunyi nyaring memenuhi penjuru sekolah. Seorang gadis berambut hitam sepunggung berlari sekuat tenaga. Tidak peduli dengan sahabatnya yang terpongoh-pongoh mengejar. Kakinya yang kecil dia paksakan melangkah lebih lebar demi melihat kerumuanan di depan sana.
"Tir... Tungguin gue!"
Gadis itu tetap enggan memperlambat langkahnya. Mengacuhkan begitu saja seruan Ica di belakang. Kakinya terhenti tepat di depan kerumunan.
Siswa-siswa terlihat berdesak-desakan tak terkendali dihadapannya. Puluhan kepala menengadah, melihat namanya ada atau tidak dalam daftar itu. Tiara menghirup napas dalam, mengambil ancang-ancang sebelum akhirnya tubuhnya menerobos masuk ke kerumuanan.
Jantung Tiara berpacu cepat, bukan karena kelelahan berlari, tapi karena rasa cemas, gelisah dan takut yang ia rasakan secara bersamaan. Dia hanya bisa berharap, ucapan Ica tidak benar adanya.
Tiara menatap papan pengumunan besar yang ada dihadapannya. Tangan kecil dengan jam tangan warna ungu itu mulai merinci satu persatu nama. Jantungnya berdegup semakin kencang, tangan Tiara terus turun ke bawah. Ganti ke samping dan untuk kemudian tangannya terhenti seketika.
Mata gadis itu melebar, membaca berkali-kali daftar itu, namun hasilnya tetap tidak berubah. Tiga kata yang terpampang disana sukses sudah membuat kakinya terasa lemas seketika. Butuh waktu baginya walau hanya sekadar menghiup udara disekitar. Seolah-olah tidak sanggup lagi merasakan denyut nadinya.
Tiara sempurna mematung di tempat, berusaha mencerna dengan jelas apa yang barusan terjadi. Kegaduhan dan teriak-teriakan sama sekali tidak terdengar di telinga gadis itu. Seakan ada yang usil menjeda waktu, membuatnya berhenti bergerak.
Mutiara Ayundya Flo, nama itu ada di nomor sembilan, satu-satunya perwakilan kelas XI MIPA 1. Tiara menolah ke samping, menatap kesal Ica menunduk takut-takut.
"Ini ulah lo ya ?" Tuduh Tiara yang kemudian hanya dibalas cengiran oleh Ica.
Gadis bermata hitam itu mengeratkan jemarinya, berusaha mengontrol emosi yang sudah memuncak sampai ke ubun-ubun. Baru satu hari dirinya tidak berangkat sekolah dan Ica sudah cukup membuatnya dalam masalah besar.
Dia benar-benar kebingungan sekarang. Tidak pernah terbanyangkan hal yang paling ia hindari kini ada dihadapannya. Tiara melangkahkan cepat kakinya sambil memaki-maki Ica dari hati.
"Tir.. Gue minta maaf" Ucap Ica berlari mensejajarkan langkahnya, berusaha memperbaiki kondisi. Setidaknya dengan membuat Tiara mau memaafkan kesalahan yang ia perbuat kemarin.
Tiara masih enggan bicara pada sahabatnya itu, memilih menatap ke arah lapangan yang tidak kalah ramainya dengan keadaan di papan pengumunan tadi.
"Tir, gue bener bener gak ada maksud apapun kok. Gue cuma pengen lo sembuh dari demam panggung lo Tir"
"Gue gabisa Ca, berhenti bikin gue kesiksa!" Seru Tiara sambil menatap Ica yang sedikit tersentak.