Hari-Hari Berat

Titin Widyawati
Chapter #9

Protes

“Temui orang yang kamu tabrak, minta maaf dan bertanggung jawablah, maka hubungan teman kita masih berlanjut, jika tidak …,” ucap Dhevin dengan tatapan serius. Ada ketegangan yang membuat otot-otot di lehernya menonjol keluar. 

“Kalau tidak? Apa?” tantang Kenzo kasar. 

“Hubungan pertemanan kita sampai di sini,”

“Kau benar-benar tidak paham? Nama keluarga kita bisa tercoreng!” 

“Mungkin itu jauh lebih baik dari pada jadi pengecut!” 

“Apa maksudmu?” 

“Maksudku jelas! Kamu harus bertanggung jawab!” geretak Dhevin lebih keras. 

Kenzo menarik napas supaya rileks. Dia meraih kursi untuk duduk. Memahami maksud kedatangan Dhevin dengan begitu marah, seolah itu bukan sosok Dhevin yang dikenal. Biasanya dia akan banyak diam, tak peduli perbuatan yang dilakukan Kenzo. 

“Aku tidak bisa mendatangi korban, aku meninggalkannya …!” seloroh Kenzo berusaha meyakinkan Dhevin. “Aku tidak tahu nama dan rupa wajahnya!” 

“Kamu menabrakk guru Reynand,”

Ha?” Kenzo tergelak. “Bagaimana bisa?”

“Kecelakaannya yang dekat pasar kan? Kau menabrak seorang wanita tua, kan?”

“Jangan kaitkan kecelakaan orang lain dengan diriku, Bro! Pengendara di hari itu bukan hanya aku saja!”

“Wanita tua itu koma, dia tidak sadarkan diri sejak terjadi kecelakaan!”

Kenzo bungkam sejenak. Dia memutar ulang rekaman memori perihal kecelakaan kemarin. Dia sangat buru-buru ingin ke Kedai Sambal karena ada hal penting yang harus dituntaskan. Sialnya waktu tidak berpihak kepadanya, ada penyebrang yang muncul begitu saja di depan wajah. Meski meninggalkan begitu saja, tetapi dia paham bahwa korbannya seorang wanita berumur pertengahan. Dia tidak membayangkan jikalau akibat ketergesa-gesaannya akan membawa malapetaka.

“Bagaimana dirimu yakin aku tersangkanya?” geretak Kenzo.

“Sepeda motor elektrik barumu … saksi mengatakan itu dengan sangat yakin! Dan itu semakin membuatku ingin menghajarmu yang kabur begitu saja! Haruskah kulaporkan ke polisi?”

Bro! Ingat kita ini teman dekat sejak kecil, kau tentu paham dengan karakter kedua orang tuaku! Mereka keras dan tidak pandang bulu jika anaknya membuat ulah! Bahkan kau tahu sendiri aku pernah dikurung di gudang karena berbicara tidak sopan … aku pernah dihajar sampai babak belur lantaran tidak menghormati tamu …,”

“Ken, aku tidak butuh cerita sedihmu! Aku hanya ingin dirimu tanggung jawab! Kasihan korbannya! Kasihan keluarganya!”

“Tapi …”

“Terserah!” 

Lihat selengkapnya