“Kenapa kau pindah kesini?”
“Kau berasal darimana?”
“Apa kau tidak sedih saat pindah kesini?”
Itulah beberapa pertanyaan yang dilontarkan kepada Helen, siswa pindahan di kelasku. Saat ini jam istirahat dan mulai banyak siswa yang mendekati Helen baik itu cowok maupun cewek. Tentu saja kedatangan Helen membuat semua orang merasa takjub dengannya. Bagaimana tidak, dia memiliki wajah yang cantik dan kepribadian yang baik. Kuyakin mulai besok ataupun hari ini pasti ada yang akan ‘menembaknya’.
“Kau yakin dia gadis yang kau tolak?”
“Tentu saja aku yakin. Namanya saja sama seperti nama gadis yang kutolak saat itu. Tapi... seingatku gadis itu tidak secantik itu, deh.”
Fauzi menatap lurus ke arah Helen selagi dia berbicara denganku. Sebenarnya, aku tidak percaya kalau Helen adalah orang yang sama dengan orang yang sudah membuat Lina mengalami masa lalu yang buruk. Jujur saja, siapa yang bakal mengira kalau gadis yang cantik dan ramah tersebut adalah gadis yang jahat, kan?
“Yah, mungkin saja dia berubah, kan? Setiap orang punya kesempatan untuk merubah diri mereka sendiri. Siapa tahu, setelah dia membuat Lina pindah dari sekolahnya dia merasa menyesal lalu memutuskan untuk berubah, kan?”
“Kalian berdua, kenapa daritadi kalian menatap ke arah Helen terus, sih?” Risa menghampiri kami berdua yang sedang duduk dan memperhatikan Helen sedaritadi, “Kalian terpesona olehnya, ya?”
“Itu wajar saja, kan? Dilihat dari wajah dan sikapnya kepada orang lain, siapa yang tidak akan terpesona olehnya?” Arya yang daritadi sedang mengerjakan tugas, kini dia sudah bergabung dengan kami.
“Eh? Tapi aku kan juga cantik, kenapa aku bisa kalah darinya?!” Risa mulai memuji dirinya sendiri, “Apa aku cantik, Ardi?”
“Kenapa kau malah tanya padaku? Yah, kau cukup cantik, kok.”
Risa melompat kegirangan, “Terima kasih, Ardi!”
“Terserah.” Balasku dengan datar, “Ngomong-ngomong, kenapa kalian semua malah mendekatiku semua?! Bukannya aku murid paling dibenci disini?!”
Mereka bertiga menatapku dengan aneh.
“Memangnya tidak boleh, ya?”
“Aku hanya sedang bosan saja makanya aku kesini.”
“Kau aneh, Ardi. Kenapa kau malah mengharapkan untuk dijauhi oleh yang lainnya?”
“Yah, itu—Ah, sudahlah, terserah kalian, deh.”
Mana mungkin aku akan menceritakannya kepada mereka, kan? Rasanya usahaku untuk membuat mereka menjauh dariku malah berakhir sia-sia. Aku ingin menjauh dari mereka tapi kurasa hal itu akan tetap gagal untuk menjauh dari mereka.
“Tapi yah... aku merasa ragu kalau dia adalah gadis yang sama dengan gadis yang telah kutolak. Penampilan serta sifatnya sangat berlawanan.”
Risa yang daritadi menatap kami dengan kebingungan segera angkat bicara,
“Tunggu, kalian sedang membahas apa sebenarnya? Memangnya dulu Fauzi pernah menolak gadis itu? Hahaha, mana mungkin gadis secantik Helen akan menyukai Fauzi.”
Fauzi menatap Risa dengan datar, “Kau meremehkanku, ya? Meskipun aku seperti ini, dulu aku adalah orang yang populer saat SMP.”
“Hei, lihat. Helen mulai berjalan ke arah kita.”
Arya menunjuk ke arah Helen yang sedang berjalan ke arah kami. Dia melemparkan senyumannya yang manis ke arah kami semua. Dan tentu saja, aku dan Angga mulai terpana olehnya sedangkan Fauzi dan Risa menatapnya dengan risih.
“Kau Ardi, kan? Syukurlah kita ternyata satu kelas!”
“A, ah, iya. Apa ada yang bisa kubantu?”
“Maaf ini mendadak sekali, apa aku bisa meminta tolong padamu untuk mengantarkanku berkeliling sekolah ini? Aku belum mengetahui seluruh daerah yang berada disini.”
Aku segera berdiri lalu mendorong Arya dengan perlahan,
“Maaf, hari ini aku sedang sibuk. Sebagai gantinya, kau bisa meminta tolong kepada temanku yang satu ini. Namanya Arya dan dia adalah ketua kelas disini, dia juga orang yang baik dan dapat dipercaya.”
“Eh?! Sejak kapan aku menjadi ketua kelas disini?!”
Aku berbisik kepada Arya, “Dengar, ini mungkin kesempatan satu kali dalam hidupmu bisa berjalan bersama gadis cantik. Jangan sia-siakan hal ini, mengerti?”
Arya mengangguk lalu mengacungkan ibu jarinya ke arahku, “Mengerti. Baiklah, Helen. Apa kau mau berjalan mengelilingi sekolah denganku?”
Helen melemparkan senyumnya kembali, “Tentu saja, aku sama sekali tidak keberatan, kok.”
Arya dan Helen berjalan keluar dari kelas disertai dengan tatapan penuh dengan rasa iri yang tertuju ke arah Angga. Diluar dugaanku, kupikir Helen akan menolaknya. Jika benar dia adalah gadis yang sama seperti apa yang dikatakan Fauzi, maka dia pasti akan menolaknya dengan cepat.
“Bagaimana, Fauzi?” aku melirik ke arah Fauzi yang sedang merinding ketakutan, “Tunggu, kenapa kau ketakutan seperti itu? Memangnya kau baru saja melihat hantu, ya?”
“Iya, aku melihat hantu dari masa laluku.” Jawabnya dengan setengah bercanda.
“Tapi, Ardi.” Risa mulai berkomentar, “Tumben kau menolak ajakan dari gadis cantik sepertinya?”
“Aku mengira jika aku menolaknya dan menyuruh Angga yang menggantikanku, kukira dia akan menolaknya dan ingin aku saja yang menemaninya. Tapi dugaanku salah, sifatnya sangat berlawanan dengan apa yang diceritakan oleh Fauzi. Yah, aku juga tidak ingin menjadi pusat perhatian juga, sih.”
“Kau menjadikan Arya sebagai bahan percobaanmu? Kejamnya.”
Risa mulai menatapku dengan dingin.
“Lagian dia juga senang karena bisa berjalan bersama dengan Helen. Selama kedua belah pihak tidak keberatan, aku tidak mempermasalahkannya.”
“Oh iya, Ardi!” Fauzi tiba-tiba berdiri lalu menatapku dengan tajam, “Apa Lina sudah tahu tentang hal ini?! Jika dia berpapasan dengan Helen dan menyadarinya, dia pasti akan mengingat masa lalunya lagi!”
“Kurasa dia tidak akan merasa terguncang lagi mengingat dia sudah berhasil mengatasi masa lalunya. Lagian, hanya kaulah yang belum berhasil sepenuhnya mengatasi masa lalumu.”
“Kalian ini daritadi membicarakan apa, sih?”
“Kau jangan ikut campur, Risa.”
“Tapi kau ada benarnya juga, Fauzi. Bagaimana kalau kita mengeceknya saja?”
“Kau benar, ayo kita segera pergi.”
Kami berdua kemudian berjalan keluar kelas meninggalkan Risa yang hanya dapat menatap kepergian kami dengan perasaan kesal.
“Benar-benar, deh. Ternyata aku ditinggal oleh mereka.”
Kami berdua bergegas berlari menyusul Arya dan Helen agar mereka berdua tidak dapat bertemu dengan Lina. Kami mencari-cari keberadaan Arya dan Helen hingga akhirnya kami berpapasan dengan mereka berdua di depan UKS.
Arya yang melihat kami baru saja berlari dengan terburu-buru menatap kami dengan rasa penasaran.
“Apa yang kalian berdua lakukan disini?”
Aku dan Fauzi saling bertukar pandang lalu kemudian mengangguk.
“Ah, kami berdua hanya merasa khawatir bila terjadi sesuatu yang buruk.”
“Benar, kami hanya ingin memastikan keadaan kalian berdua.”
Arya menatap kami berdua dengan datar, “Kalian sepertinya tidak mempercayaiku, ya?”
“Maaf menganggu waktu kalian, apa kita bisa masuk ke UKS? Aku ingin melihat seperti apa UKS sekolah kita.”
Helen mulai bicara, dia kemudian melangkah masuk ke dalam UKS lalu disusul oleh Arya yang berjalan di belakangnya.
“Syukurlah, sepertinya mereka berdua belum bertemu dengan Lina.”
“Kau benar, Ardi. Tapi mungkin saja dia bukan gadis yang saat itu kutolak. Aku mulai meragukan kalau dia adalah gadis yang sama.”
“Tunggu, ini UKS, kan?”
Aku baru saja mengingat sesuatu. Lina saat jam istirahat selalu berada di UKS. Aku mulai merasa khawatir lalu segera berjalan masuk ke dalam UKS kemudian disusul oleh Fauzi. Di dalam UKS hanya ada Arya yang sedang berbicara dengan Helen. Tidak ada satupun orang disini selain kami berempat.
“Kenapa kau tiba-tiba masuk ke dalam, sih?” bisik Fauzi.
Aku mulai bernapas lega, “Yah, jam segini biasanya Lina selalu beristirahat di UKS. Kukira dia sedang berada disini juga.”
“Memangnya ada apa denganku?”
Aku dan Fauzi terkejut lalu menoleh ke arah belakang kami. Kami berdua melihat Lina sedang menatap kami dengan kebingungan.
“Hm... kalau dipikir-pikir kecantikan mereka berdua hampir setara.”