Hari ini adalah hari yang cukup menggembirakan bagi sebagian orang. Hari ini adalah 31 Desember, hari dimana pergantian tahun akan terjadi. Banyak orang yang berharap tahun depan akan menjadi tahun yang lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya.
Tapi bagiku, hari ini adalah hari dimana waktuku hanya tersisa satu bulan lagi. Setelah perjalanan karyawisata itu, aku dan Lina kini resmi berpacaran. Walau kami sekarang resmi berpacaran, kami saat ini sama sekali belum saling bertemu satu sama lain. Kami hanya saling mengobrol melalui pesan dan tanpa saling bertemu. Sesekali kami juga melakukan video call untuk melepas rasa rindu ini.
Hingga akhirnya, saat siang harinya, Lina mengajakku untuk menyaksikan kembang api di rumahnya. Dia juga mengatakan akan mengundang Fauzi dan yang lainnya. Setelah mengetahui hal itu, aku mulai merasa bersemangat karena akhirnya aku dapat bertemu dengan Lina kembali.
“Ardi, ada apa denganmu? Kenapa kau daritadi tampak bahagia?” ibuku melihatku dengan tatapan aneh. Yah, itu wajar saja mengingat sejak tadi aku selalu bersenandung riang dan tersenyum-senyum sendiri. Mungkin, bagi orangtua yang melihatnya pasti tampak tidak wajar, bukan?
“Malam ini aku akan melihat kembang api bersama yang lainnya. Maaf, ibu. Mungkin malam ini aku akan pulang tengah malam.”
“Oh, pantas saja kau tampak senang sekali. Ternyata kau mau kencan bersama Lina, ya? Kau sekarang tampak selalu senang setelah perjalanan karyawisata itu.”
“Ti, tidak! Kami tidak berkencan! Teman-temanku yang lainnya juga akan menyaksikan kembang apinya. Jadi, ini semua bukan kencan!”
“Ahahaha, terserah apa katamu. Kalau begitu, hati-hati dan selamat bersenang-senang, ya!”
Malam harinya, aku, Fauzi serta yang lainnya berjanji akan saling bertemu di depan gerbang sekolah sebelum pergi menuju rumah Lina. Sebenarnya, aku merasa malas untuk pergi ke sekolah terlebih dahulu, tapi karena hanya aku yang mengetahui tempat tinggal Lina, maka dengan terpaksa aku harus menemani mereka semua.
Jam pada layar ponselku menunjukkan pukul 8 malam. Sampai saat ini, hanya aku yang sudah tiba di depan gerbang sekolah. Ini sangat terasa menjengkelkan karena aku harus menunggu kedatangan yang lainnya.
Aku melirik ke arah bangunan sekolah yang gelap dan sunyi itu. Aku mulai tersenyum kecil kemudian mengingat-ingat hal-hal yang pernah kulakukan di sekolah.
Disinilah tempat aku bertemu dengan Lina dan yang lainnya. Mulai semester depan, aku sudah tidak akan masuk sekolah lagi. Maaf teman-temanku yang sudah kubuat kesal karena ulahku. Aku selalu ingin meminta maaf pada kalian semua, tapi aku tahu, aku tidak ingin membuat kalian terluka.
Setelah kuingat-ingat lagi, bagaimana perasaan Lina dan yang lainnya setelah kepergianku? Apa mereka akan merasa sedih karena aku hidup dalam kenangan mereka? Tapi yang jelas, jika tidak ada mereka semua, aku pasti akan menjalani sisa hidupku dengan seorang diri.
Setelah menunggu 10 menit lamanya, akhirnya Fauzi dan yang lainnya datang secara bersama-sama. Mereka semua datang dengan berjalan kaki dari arah berlawanan dari kedatanganku.
“Kenapa kalian semua berjalan kaki?” tanyaku saat mereka berempat tiba di dekatku, “Bukannya mengendarai sepeda motor lebih cepat?”
Fauzi yang mengetahui aku sedang keherenan kemudian menjawabnya, “Yah, kami memakirkan sepeda motor kami di rumah Helen. Kami semua takut akan mengganggu Lina jika memakirkan sepeda motor di rumahnya.”
Aku merasa menyesal karena berjalan kaki ke sekolah. Kupikir aku bisa menumpang dengan salah satu dari mereka, tapi ternyata mereka semua berjalan kaki.
“Oh iya, Ardi. Ayo kita segera berangkat menuju rumah Lina! Aku sudah tidak sabar lagi untuk melihat kembang apinya!”
“Baik, baik. Ayo, cepat ikuti aku.”
Selama perjalanan menuju rumah Lina, aku merasakan sesuatu yang sangat aneh. Bagaimana tidak, melihat rombongan orang-orang yang berjalan kaki menuju rumah temannya tentu saja sangat aneh apalagi saat malam hari.
Saat tiba di depan gerbang rumah Lina, Fauzi dan yang lainnya melihatnya dengan penuh kekaguman.
“Wah.... hebat, besar sekali rumahnya!”
“Pasti halamannya sangat luas.”
“Aku mulai berpikir berapa lama waktu untuk membersihkan halamannya.”
“Tunggu, kenapa kau malah memikirkan itu?”
Mereka berempat sempat-sempatnya melayangkan candaan seperti itu disini.
Beberapa saat kemudian, pintu gerbang itu kemudian terbuka dengan lebar. Dibalik pintu itu, muncul seorang pembantu yang saat itu kulihat dan Lina yang berdiri di sebelahnya.
“Hai teman-teman!” sapanya sambil melambaikan tangannya ke arah kami.
“Lina!” Risa segera berlari lalu memeluk Lina seakan-akan sudah lama tidak bertemu, “Sudah lama, ya! Terakhir kali kita bertemu adalah dua hari yang lalu saat karyawisata.”
Bukannya dua hari itu sebentar, ya? Yah, aku juga sebenarnya ingin bertemu dengannya juga, sih.
“Kalian semua, ayo masuk ke dalam.” Lina menatap ke arah kami secara bergantian lalu saat matanya bertemu dengan mataku, dia kemudian mengangguk kecil. Secara reflek, aku juga ikut mengangguk kecil.
Saat kami masuk ke halaman rumahnya, disana telah disiapkan beberapa alat pemanggang serta beberapa meja makan beserta alat makannya.
“Ah, kalian pasti bertanya-tanya dimana kembang apinya, bukan? Tenang saja, kembang apinya masih tersimpan di dalam rumah. Kita akan menyaksikannya tepat pada pukul dua belas malam. Jadi sebelum itu, mari kita memanggang barbeque bersama!” Lina tampak sangat antusias saat mengatakannya.
Kami semua kemudian membagi tugas untuk acara malam hari ini. Risa dan Lina bagian memanggang, Arya dan Helen bagian memotong daging, sedangkan aku dan Fauzi bagian merapikan meja dan memotong sayur-sayurannya.