Hari Kebalikan

Wina Anggraeni
Chapter #1

Giveaway Pesangon

Sepekan terakhir ini suasana kantor benar-benar tidak kondusif. Bagaimana tidak, belakangan tersiar desas-desus yang mengatakan bahwa akan ada program baru dari perusahaan yang membuat siapapun yang mendengarnya mengernyitkan dahi keheranan. Kabarnya, program yang akan digelar dalam waktu dekat itu bertajuk 'Giveaway Pesangon'. Entah siapa yang mencetuskan ide gila ini, yang jelas berita yang diyakini benar adanya itu langsung mendapat berbagai tanggapan dari para karyawan. 

Sebagian terang-terangan mencelanya karena terdengar seperti gimmick murahan yang biasa dilakukan para artis dan influencer untuk menggaet atensi penggemar. Segelintir santai saja dan menganggapnya sebatas lelucon semata. Apalah jadinya jika giveaway itu benar-benar terealisasi. Lagipula giveaway semacam itu mana mungkin disetujui oleh para direksi. Bukan apa, perusahaan ini terbilang bergengsi dan cukup terkenal dengan kantor cabang yang tersebar di seluruh kota besar di Indonesia. Anehnya lagi, giveaway ini hanya dilaksanakan di kantor pusat saja. Sedangkan kantor cabang manapun tidak akan berkesempatan mengikuti giveaway langka ini.

Kendati demikian, tak sedikit karyawan justru berharap menjadi salah satu yang terpilih sebagai pemenang giveaway tak masuk akal ini. Beberapa tergiur uang pesangon yang digadang-gadang bernominal fantastis. Beberapa yang lain memang ingin keluar dari perusahaan dengan tuntutan kerja yang tinggi itu. Selama ini banyak karyawan yang mengeluh dan berniat untuk berhenti, tapi sedikit sekali yang benar-benar memutuskan untuk mengundurkan diri. Alasannya sederhana, di luar sana belum tentu ada perusahaan yang bisa memberi kompensasi yang sepadan dan menjanjikan serta fasilitas selengkap yang ditawarkan perusahaan ini. Tapi jika berhenti lewat jalur giveaway pesangon, sepertinya itu bukan masalah besar.

Jumat pagi itu, Ana masuk ke dalam lift kosong setelah sebelumnya menekan tombol panah atas di samping pintunya. Sesaat sebelum pintu lift benar-benar tertutup, seorang pria muncul menahan pintu lift dengan tangan kirinya. Pria bertubuh tinggi itu akhirnya bergabung bersama Ana.

"Saya.. saya sebelumnya di lantai satu. Mulai hari ini pindah ke lantai lima." Ucap pria itu dengan senyuman canggung sambil mengacung-acungkan tangan kanannya yang menggenggam segelas kopi. Ana sempat terpaku sebentar sebelum akhirnya mengangguk sambil tersenyum tanda mendengarkan. Ana tidak mengenal siapa pria itu. Bahkan baru kali ini ia melihatnya. Tak ingin ambil pusing, Ana segera mengalihkan pikiran pada hal lain. Lift berhenti di setiap lantai yang dilalui dan muatan lift terus bertambah. Di lantai 5 beberapa orang keluar termasuk pria tadi. Sementara Ana baru keluar di lantai 7. Sebuah ruangan dengan kapasitas cukup besar yang di atas pintunya bertuliskan 'Finance' menjadi tujuan Ana.

"Gimana tanggapan lo tentang giveaway yang lagi rame?" Tanya seorang wanita berwajah oriental pada Ana yang baru beberapa saat duduk di kursinya.

"Ga tertarik gue. Kalo giveaway jabatan komisaris baru boleh tuh!" Kelakar Ana diikuti tawa beberapa karyawan lain yang mencuri dengar percakapan Ana dan Fera.

Meski seluruh ruangan diisi dengan perbincangan tentang giveaway yang tak ada habisnya, tapi semua karyawan tetap profesional menyelesaikan pekerjaannya seperti biasa hingga jam kerja selesai pada pukul 6 petang. Tidak berbeda dengan hari Jumat lainnya sepulang kerja, Ana menemui sahabatnya, Muti. Setelah lulus kuliah dan mulai bekerja empat tahun lalu, Ana dan Muti selalu menjadwalkan untuk bertemu di Jumat malam. Bagi mereka, hari Sabtu dan Minggu adalah hak untuk diri sendiri, keluarga, dan pacar, jika ada. Kali ini mereka bertemu di sebuah kafe dekat kantor Muti bekerja. Ana memesan minuman non kopi rasa hazelnut dan sepotong kue rasa red velvet lalu bergabung dengan Muti yang tiba lebih dulu.

Lihat selengkapnya