Suasana roof top restoran itu lengang. Hanya suara angin yang menerpa daun-daun menjadi satu-satunya suara. Budi masih tak percaya Nadin adalah anak bungsu tante Ratna. Karena yang ia tahu sahabat ibunya itu hanya memiliki 1 orang anak, itu pun pria. Mendapati kenyataan ini dunia seolah begitu sempit dan selalu punya cara untuk mempertemukan dua manusia dengan cara yang unik.
"I feel sorry about kafe kamu akhirnya malah tutup. Padahal aku suka banget kopi disana. Apalagi kukis coklatnya. Rasanya premium banget. Kayak kukis di luar negeri," ucap Nadin mengawali obrolan. Budi terdiam sejenak.
"Kalau lu bilang kayak gitu buat narik perhatian gue. Sorry banget, hati gue sepenuhnya masih milik Ana. Meskipun sekarang hubungan kami lagi gak jelas. Tapi gue yakin, ini hanya soal waktu untuk kami balik lagi kayak dulu," jelas Budi.
"Wah kamu orang yang setia. She is lucky to be loved by you," timpal Nadin dengan tenang.
"Jelas. Gue juga beruntung bisa jadi pasangan Ana. Gak ada yang bisa pisahin kami berdua," kata Budi.
"Sebentar, tadi kamu bilang hubungan kalian gak jelas ya? kok bisa gitu? kenapa?" tanya Nadin.
"Ya, biasa lah. Namanya pasangan, ada aja ujiannya. Mungkin ini salah satu ujian terberat. Tapi gapapa. Gue yakin gue dan Ana bisa lewatin ini. Sekarang dia mungkin masih butuh waktu untuk merenung sebelum dia mau hubungi gue duluan. Karena gue udah bernazar gak akan hubungi Ana duluan. Karena kalau memang kami berjodoh, apapun jalannya, gimanapun caranya, seorang Ana yang gak pernah hubungi gue duluan pun bakal hubungi gue duluan suatu hari nanti. Gue yakin itu," jelas Budi.
"Udah berapa lama kalian 'gak jelas' gini?"