Pembagian rapor nilai selesai. Jenika naik ke kelas sebelas sekaligus juara kelas sedangkan Tantra berada diposisi 20 berbanding jauh dengan keunggulan sang kekasih. Tapi Tantra masih diberi kesempatan naik kelas. Orangtua Jenika juga sudah pulang, membawa banyak oleh-oleh sekaligus kabar baik kalo mereka bakal terus berada di Jakarta. Jenika tersenyum senang karena selain tidak kesepian, mereka juga bakal sering bertemu Tantra.
Sayangnya momen itu tertunda ketika kepala sekolah dan walikelas Jenika memanggilnya dalam raut wajah genting. Mumpung orang tuanya masih ada bersama Jenika di sekolah, kepala sekolah bergegas bawa mereka ke ruangannya.
“Maaf jika saya mendadak memanggil kamu. Ada kabar yang mau saya sampaikan mengenai siswi sekolah kita yang bakal ada petukaran pelajar awal semester nanti. Siswi yang kemarin di bawa ke Jerman sudah tiba kemarin sore dan banyak sekolah luar yang sudah kerja sama dengan sekolah kita untuk kembali mengirim pelajarnya. Ok, gini. Jenika saya daftarkan sebagai murid pertukaran dari sekolah internasional di Singapura. Mereka sudah setuju dan akan dilaksanakan awal semester. Tentu saja ini kesempatan langka dan Jenika juga punya banyak prestasi akademiknya.”
Jenika senang. Begitu pun kedua orang tuanya. Tanpa pikir panjang, Jenika menganggukkan kepala lalu mengisi data diri dan nilai-nilainya untuk dikirim ke sana. Jenika juga mengabarkan hal bahagia ini pada Tantra saat ketemuan malam harinya di warung martabak.
“Ta, aku dipilih sekolah untuk pertukaran pelajar. Aku senang Ta,” kagum Jenika. Tantra tersenyum. " Di mana?”
“Singapura Ta. Dua semester.”
Senyuman Tantra memudar, ekspresinya dingin dan lesu. Jenika mendadak curiga melihat raut wajahnya yang tiba-tiba berubah.” "Ta ? kamu kenapa.”