Tantra sibuk dengan hapenya sampai Septiana kesal karena telah memanggil namanya berkali-kali di anak tangga tak jauh dari pintu kamarnya. Akhirnya mau tak mau Septiana harus menggedor-gedor pintu itu sampai akhirnya Tantra menghampiri.
“Ih, ngapain sih Kak. Molor?” desis Jenika.
Tantra cengar-cengir, mengakui kesalahannya lalu meminta maaf. "Iya, maaf. Kenapa?”
“Ada Jenika di bawah,”
Perasaannya mendadak kaget. Dengan cepat kedua kakinya melangkah ke lantai dasar menemui sang mantan kekasih yang sedang duduk di ruang tamu . "Hey . Rapi banget,” puji Tantra bikin Jenika agak pangling.
“Halo Ta. Ganggu yah. Septi sampai marah-marah gitu panggil kamu.”
“Enggak kok. Dia emang begitu.”
Suasana hening sejenak. Terdapat pandangan bingung diraut wajahnya Jenika. Tantra menegur, berharap Jenika mau bercerita. "Ada apa? Biasanya juga cerita?”
“Nanti pukul 7 aku ke bandara buat balik ke Singapura. Aku malas Ta. Nyamanan di sini,” keluhnya.
“Kenapa?” tanya Tantra agak bingung. Jenika diam tertunduk sambil memainkan jari-jari tangan. Dia menghela nafas. "Aku minta maaf yah atas keputusan egois aku. Aku tahu pasti hati kamu sakit begitu aku ninggalin kamu begitu aja. Ya, aku merasa bersalah banget.”
Kini giliran Tantra yang diam tertunduk. Tak lama ia tersenyum.
"Gak apa-apa kok. Aku juga udah lupain.” Singkat kata Tantra bikin hati Jennika bertanya.