Hari Kebangkitan Mantan

Rizky Brawijaya
Chapter #20

Martabak Kolor

“Aduh, sakit.” Lengan kiri Shena pegal-pegal. Dia meminta Tantra mengurut dengan minyak angin. “Ini pelan-pelan Shena. Lagian bukan minta bantuan aku. Sok jalan sendiri.”

Shena manyun. Menatap sebal pacarnya yang tidak peka akan perasaannya yang masih syok. “Mana ku tahu kalo dia nyuruh bawa buku yang berat. Aduhhhhhhh, sakit Ta.”

“Kayaknya tuh cowok nyaman banget sama kamu,” ucap Tantra tiba-tiba sambil terus memijit lengan Shena. Shena curiga akan pernyataan itu. ”Kenapa? Dia baik kok. Jangan mikir-mikir yang aneh deh. Dia kebetulan lewat. Jangan perkeruh suasana.”

“Siapa yang perkeruh. Aku cuma nanya,” kelak Tantra.

“Ya sudah, ayo pulang. Bunda udah nungguin di rumah.”

Biasanya kalo pulang mereka nyanyi-nyanyi, cengengesan kayak orang sedeng kini hanya deburan angin lebat yang mengisi kekosongan mereka. Tangan Tantra tetap menyetir dan Shena masih nyaman memeluk tubuhnya dari belakang. Setiba di gerbang rumah Tantra langsung pamit. Biasanya Shena menghadang sampai salah satu orang tuanya keluar menemui tapi Shena membiarkan pacarnya itu pergi.

Bunda keluar. Ia bukan menjemput anaknya melainkan bertanya keberadaan kekasih dari anaknya itu. “Tantra udah pulang Bun. Dia sebel sama aku.”

“Loh. Kenapa ?” kata Bunda tak sengaja menyentuh lengan kanan Shena yang baru selesai diurut hingga reaksi nyeri tak bisa Shena tolak . “Aduhhh.”

“Eh kenapa tanganmu nak. Kok sakit begitu?” Bunda makin curiga.

“Tanganku habis angkat kardus berat. Jadinya pegal-pegal. Udah diurut kok sama Tantra.” jelas Shena agak murung.

“Terus kenapa ngambek sama kamu?”

“Sebelumnya aku ditolong sama anak pertukaran pelajar dari Singapura. Dia membantuku bawain kardus itu sampai ke kelas. Mungkin Tantra liat dan dia jealous.”

“Oh. Gitu.”

“Oh doang?”

“Yah habisnya gimana. Parkour ?”

“Ih. Tau akh.”

Shena semakin sebal. Dia meninggalkan Bunda ke kamar. Shena menatap cermin, melihat tubuh mungilnya mengenakan kaus merah lengan buntung. Terdengar suara ketukan di pintu kamarnya disusul suara Bunda memanggil. “Shena.”

Dia membukakan pintu lalu menyuruh Bunda masuk. "Shena, Bunda minta maaf yah soal tadi sore. Memangnya kamu bertengkar serius sama Tantra?”

Shena menggeleng. “Gak parah sih. Ngambek kecil doang.”

“Kamu udah minta maaf?”

“Belum. Emang aku yang salah?”

“Yah gak ada salahnya minta maaf. Biar masalahnya gak jadi runyam,”

“Ih, entar malah jadi kebiasaan gak? Aku gak mau akh.”

“Tapi....”

Tiba-tiba ponsel Shena mendapatkan panggilan masuk dari Tantra. Dia bergegas angkat tak lupa loud speaker. “Shena. Lagi apa?”

“Yah lagi nelpon kamu lah. Klasik banget.”

Lihat selengkapnya