Shena tertidur lelap di pangkuan paha Tantra yang sedang asik nonton film dilayar televisi. Dia mengelus rambut Shena penuh kelembutan. Sesekali ia menoleh wajahnya dan mencoba mencium keningnya. Perlahan ia menundukkan kepalanya hingga bibirnya sedikit lagi menyentuh kening.
Tin!
Suara klakson mobil menghamburkan keseriusan Tantra. Kepalanya menoleh arah jendela kaca yang tembus pandang ke halaman rumah. Ternyata mobil orang tua Shena datang. Tantra menepuk halus pipi sang kekasih sampai matanya kedap-kedip dan duduk mengulet. “Kenapa Ta?”
“Bunda sama Ayah kamu pulang.” Tantra menunjuk arah jendela. Shena beranjak, segera dibukakan pintu ketika orang tuanya sudah turun dari mobil.
“Aku langsung pamit aja yah. Ini udah jam 7. Ibu takut nyariin. Gapapa yah?” kata Tantra mengikuti Shena.
“Yah. Ya udah deh. Makasih udah nemenin.”
Mereka berempat saling bertemu pandang. Bunda dan Ayah menyapa Tantra dan Shena bergantian. Tantra langsung izin pamit walaupun wajah kecewa Bunda menimbulkan rasa tidak enak dihati Tantra. Tantra meminta maaf dan dizinkan pergi.
“Hati-hati ya,” kata Shena tersenyum.
“Hati-hati kamu Ta. Salam buat ibu kamu.” Bunda menambahi.
Mereka memandang Tantra dan motor Benelli Moto Evo 200 sampai hilang dibalik tembok pagar halaman rumah.
“Ayahmu beli sesuatu. Bagus deh,” kata Bunda tiba-tiba.
“Apa Bun. Ayo masuk.”