Kebahagiaan Jenika tak terbendung begitu menata dirinya dengan gaun putih panjang bak princess ibukota. Antusias menyambut hari kelahirannya sangat tinggi apalagi tamu yang datang begitu banyak dan terkagum-kagum menyaksikan Jenika turun dan berdiri di tengah-tengah teman-temannya serta keluarga. Hanya saja sosok Tantra belum menunjukkan penampakannya.
Acara langsung dibuka dengan penyambutan tuan rumah baik kedua orang tuanya maupun Jenika sendiri. “Teman-teman, terima kasih sudah menyempatkan waktu kalian untuk hadir di pesta kecil-kecilan nan sederhana ini. Aku harap di usiaku yang menginjak tujuh belas ini bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi. Perempuan yang berbakti pada orang tua juga selalu menjadi teman yang bisa menjaga silaturahmi pada kalian meski beberapa bulan lagi kita akan berpisah dan mencari jati diri yang sebenarnya. Sekali terima kasih dan enjoy the party.”
Sorak-sorak bernyanyi lagu ulang tahun dan tepukan tangan bergemuruh mengurung Jenika yang berdiri di tengah teman-temannya juga dihadapi kue ulang tahun serta lilin-lilin kecil yang menyala terang di atasnya. Tanpa disadari Jenika Tantra, Septiana dan Shena datang menyusul dan langsung menyelinap di antara teman-teman lain. Mereka tampil sangat cantik dan tampan. Dress warna pastel yang Shena kenakan begitu anggun begitu juga Septiana yang sama mengenakan dress biru mudanya sedangkan Tantra ia menggunakan kaos polos coklat dibalut blazer hitam polos yang simpel tapi klop sama postur tubuhnya. Pokoknya mereka the best malam ini. Tak lupa mereka juga masing-masing membawa kado yang berbeda-beda.
Peniupan lilin dan pemotongan kue terlaksana sudah. Jihan dan Desvita sebagai pembuka dalam pemberian selamat dan kado disusul teman-teman yang lain termasuk Tantra, Septiana dan Shena yang menghampiri Jenika sampai dia kaget dan kagum akan penampilannya.
“Halo Kak. Selamat ulang tahun yah. Cantik banget,” sapa Septiana antusias.
“Septiana!!! Akhirnya datang juga.”
Tantra ikut menyapa dan memberikan bucket bunga melati berukuran sedang lalu Shena juga ikutan memberikan kado kotak berwarna emas dan hitam. “Terima kasih Ta bunganya. Makasih Shena.”
Jenika tersenyum di hadapan Shena. Dengan sedikit canggung Shena membalas senyuman itu. Jenika menghormati kedatangan Shena. Dia juga tidak mau terlihat sombong akan kekuasaannya malam ini.
“Cantik.” Jenika memuji penampilan Shena.
“Ap-apa-apa?” tanya Shena kurang mudeng.
“ Cantik.” Jenika mempertegas sembari tersenyum senang.
“Makasih.” Shena membalas malu-malu.
"Maksudnya apa dia bilang cantik sama gue. Pura-pura baik atau emang beneran gue cantik. Iya sih. Gue memang cantik daripada lo. Minder yah?” Batin Shena ngoceh. Tantra dan Septiana hanya diam dan fokus menatap mereka berdua akrab.
Butuh tiga jam Jenika membahagiakan teman-temannya sampai halaman rumah yang semula penuh berubah jadi hening, meninggalkan Jenika dan ketujuh teman akrabnya yang masih stay. Kedua orang tua Jenika sengaja menahan mereka karena mengajak makan malam tambahan sebagai bentuk terima kasih karena telah membantu baik mendekorasi dan persiapan penting lainnya.
“Stevan, Jimmy makasih udah bantuin dekor dari sore. Sampai gak sempat pulang dulu. Desvita dan Jihan, aku juga makasih udah bantuin urusan kue sama pakaianku dan yang terakhir Ta, Shena dan Septi, makasih sekali lagi. Aku dan orang tuaku bahagia bukan main.” Jenika memuji penuh haru.
“Santai Je. Sahabat mesti begitu,” balas Jimmy.
“Saya kalo liat kalian begini jadi inget masa sekolah. Papanya Jenika dulunya sahabat saya. Tapi sempat ada pertengkaran yang membuat kita dan teman-teman yang lain break gara-gara saya dan papanya Jenika diam-diam jatuh cinta. Kita gak pandai menyimpan kebohongan apalagi soal perasaan. Kita berusaha jauh-jauh an, gak saling komunikasi bahkan senyum saja enggak pas lagi papasan,” ujar mamanya Jenika.