“Kak. Lama amat nyautnya sih.” Septiana mengamuk di depan kamar Tantra.
“Apa sih dek. Ada apa?”
Belum Septiana menyahut, suara lembut perempuan menyapa Tantra. “Ta.”
Seketika Tantra menoleh kemudian menatap perempuan yang pagi ini penampilannya sangat cantik. Entah mimpi apa ia melihat dia yang menggunakan dress putih selutut dan sepatu sketnya yang keemasan. “Jenika.”
Mereka saling tatap namun hanya sebentar karena Septiana menghamburkan momen indah itu dengan celotehnya yang bikin jantung lompat. “Hei, malah bengong. Dandan sana. Kak Jenika udah rapi begitu.”
“Yaudah, gak usah pake narik kaos Kakak juga,” bisik Tantra sambil melepaskan tangan Septiana yang menempel di kaus Naruto yang ia kenakan. Jenika menunduk sebentar, menyembunyikan tawa kecilnya sebelum ia memberikan jalan pada kakak adik yang baginya amat menyenangkan. Tantra tidak bertanya karena ia sudah tahu tujuan mantannya ke rumah. Awalnya dia mau menolak tapi rasa kasihan Tantra masih sangat tinggi. Tidak tega mengusir.
Jenika dan Septiana saling bertukar obrolan di ruang tamu bersama Ibu Hesti. Ibu Hesti memuji penampilan Jenika penuh antusias sampai terkagum-kagum. “Jenika makin cantik yah tapi sayang sudah bukan punya Tantra lagi.”
“Ibu.” Septiana menegur. Jenika terdiam senyum-senyum hambar.
“Tapi kan aku dan Tantra teman,” sahutnya.
“Iya, dengar tuh Bu. Meski sudah mantan tapi pertemanan harus tetap dijaga. Anggap aja yang kemarin masalah kecil,” tambah Septiana membela.
“Iya maaf, Ibu bercanda. Kangen tahu. Btw mau jenguk Shena yah. Emang sakit apa dia?”
“Bukan Shena Bu tapi bundanya. Anemia kata Tantra. Dia cerita banyak semalam.” Jenika menjabarkan dengan santai.
“Duh, kasihan. Pasti gak boleh kecapean tuh. Salam yah buat Shena dan bundanya. Ibu gak terlalu akrab sama mantannya Tantra yang satu itu. Beda sama kamu. Kamu tuh lucu dan gampang banget akrab,” oceh Ibu membandingkan hingga bikin Septiana kembali geram.
“Bu, Jangan banding-bandingin orang ah. Shena juga baik kok,” bela Septiana.
Entah kenapa Jenika berasumsi kalo ibunya Tantra berada dipihaknya sedangkan Septiana secara tak langsung membela Shena. Jenika lagi-lagi hanya bisa diam, menyimak dan tak berani komentar banyak seperti dulu waktu masih pacaran yang inisiatif mengingatkan.
Untungnya Tantra dengan setelan kemeja dan blue jeans datang menghampiri. Seperti biasa penampilan kasual Tantra bikin Jenika pangling. “Ayok Je. Oh iya mau naik mobil atau motor?”
Jenika menanggapi sedikit gugup. “O-oh, aku bawa mobil kok. Naik mobil aku aja.”
“Oke.” Tantra pamit disusul Jenika yang pikirannya masih fokus pada ketampanan Tantra.