Shena dan kedua orang tuanya bergegas disusul Tantra dan Jenika yang hendak melanjutkan perjalanan ke mal untuk makan dan berbelanja. Tantra sempat syok soal ajakan dia yang sebelumnya tidak dibicarakan tapi Tantra yah Tantra. Manusia dengan rasa kasihan yang amat tinggi. Mau tak mau dia harus menemani Jenika lagi pula dia tidak ada kerjaan di rumah.
Jenika membawa Tantra ke restoran Jepang tempat langganannya. Untung Tantra bawa uang jadi bisa ikut makan tanpa harus ditraktir Jenika. Tengsin katanya. Dua mangkuk ramen dengan saus karbonara sudah di depan mata. Bukan Tantra loh yang memesan tapi Jenika. Sejenak Tantra memandangi makanan itu lalu melihat Jenika yang mulai melakukan suapan pertama
“Lo masih inget makanan kesukaan gue.” Batin Tantra mengagumi Jenika.
Jenika terusik dan menegur Tantra dengan menyodorkan sumpit mendekati wajahnya yang cerah. " Ta. Kenapa?”
“Makasih Je,” kata Tantra, singkat.
“Makasih doang?” cetus Jenika memberhentikan suapan pertama Tantra.
“Terus?”
Jenika tidak menjawab. Ia meraih ponselnya di atas meja lalu membuka kamera dan menyuruh Tantra tersenyum karena mau difoto. “Ta, senyum yah.”
“Oh buat apa? Belum siap.”
CEKREKKKK
Wajah panik Tantra sudah terekam kamera Jenika. Jenika hendak tertawa lepas begitu melihat ekspresi kaget dengan mata membelalak dan mulut sedikit menganga. “Lucu.”
“Ih coba lihat,” cetus Tantra penasaran.
Jenika menunjukkan layar ponselnya sambil cekikikan. “Nih.”
Tantra bukannya marah atau bete tapi malah tertawa lepas sampai mengganggu orang di sekitarnya. “Kocak banget muka aku.”