Hari Kebangkitan Mantan

Rizky Brawijaya
Chapter #41

Intermezzo

Duka di hari Kamis bagi seluruh penghuni sekolah terutama sahabat-sahabatnya Desvita. Sang ibu meninggal akibat gagal jantung tengah malam tadi. Tantra, Shena, Jenika, Stevan, Jihan dan Jimmy melayat ke rumah Desvita sepulang sekolah.

Tangisan pecah begitu Jenika memeluk erat sahabat satu ekskulnya. Desvita resmi jadi anak yatim-piatu setelah ayahnya meninggal kecelakaan empat tahun yang lalu. Para sahabatnya cukup terpukul karena Desvita sama sekali tidak pernah menceritakan soal ibunya. Ia begitu pandai merahasiakan sampai teman-temannya menganggap dirinya baik-baik saja.

“Gue kesepian Je. Gue gak punya siapa-siapa lagi,” kata Desvita terus menangis di dekapan Jenika.

“Gak gitu. Lo masih punya kita-kita. Lo gak kesepian,” ucap Jenika meyakinkan Desvita sambil ikut meneteskan air mata.

“Lo jangan sedih. Ada kita di sini.” Jihan menambahi.

Tak semudah itu Desvita melupakan kesedihannya. Hari-hari selanjutnya Desvita lebih banyak diam meski mau diajak kumpul sama Tantra dan yang lainnya. Bahkan Jimmy menjadi lebih perhatian sama Desvita. Tak biasanya bahkan tidak pernah Jimmy menaruh waktunya untuk Desvita seperti mengantar jemput sekolah, memberi bekal dan mentraktir makan.

Lima hari setelah kepergian ibunya. Desvita pingsan saat olahraga karena kurang makan dan tidur. Jimmy bergegas menggotong tubuhnya ke UKS bahkan rela tidak ikut pelajaran karena menemani Desvita yang terbaring lelah.

Keesokan harinya Desvita tidak masuk sekolah. Jimmy merasa tidak nyaman. Pikirannya terngiang akan kondisi Desvita yang takut semakin menurun.

“Jimmy. Desvita gak kenapa-napa kok. Gue yakin dia baik-baik saja,” kata Jenika menenangkan pikiran Jimmy.

Dia hanya diam sampai beberapa detik kemudian mengeluarkan pernyataan yang lumayan bikin kaget. “Gue sayang sama Desvita. Sebelum ibunya meninggal perhatian gue mulai lebih fokus sama dia. Gue cabut yah.”

Jimmy berdiri, bersiap meninggalkan kelas sebelum guru masuk. Tantra sempat menahan. “Lo mau cabut? Lewat belakang sekolah."

Jimmy mengangguk. “Iya, gue mau tembak dia.”

“Apa gak terlalu cepat yah Jim. Ia masih berduka menurut gue.” Shena mencegahnya.

“Tau. Jangan agresif.” Jihan menambahi.

“Justru biar dia gak semakin lama memendam duka, gue ingin singgah di hatinya,” Jimmy membantah dan semakin siap cabut sekolah. Yang lain hanya bisa memberi semangat. Tak bisa mencegah keinginan yang tumbuh dari hati. Jimmy pergi mengambil motornya lalu bergegas ke rumah Desvita.

Lihat selengkapnya