Seminggu sudah Tantra dan Shena melaksanakan pelatihan di kantornya dan senin ini mereka resmi jadi karyawan supermarket yang di tempatkan dalam satu toko yang sama. Seragam hijau-hijau mereka gunakan dari berangkat kerja hingga pulang. Walau hanya menjadi kasir tapi mereka nyaman dan semangat.
“Ayo Shena, pake helmnya,” kata Tantra meminta Shena menaiki motornya.
“Ayo. Waktunya kita cari uang.” Shena menyemangati lagi. Mereka bergegas.
Sayangnya karena sudah pada bekerja, mereka tak sering kumpul lagi dengan sahabat-sahabatnya. Jenika sedang fokus mengikuti ujian masuk PTN, Desvita ternyata ikut Jimmy bekerja di ladang minyak melalui ayahnya Jimmy di Sumatera. Stevan dan Jihan sudah kuliah. Sesekali mereka melakukan pertemuan melalui grup daring. Mereka berharap persahabatan mereka tidak putus karena kesibukan. Mereka mau tetap ada meski tidak sesering waktu masih sekolah.
Setiba di supermarket Tantra dan Shena masing-masing sibuk menata makanan di atas rak yang berbeda-beda. Di ruangan yang lumayan luas ini mereka tak kerja berdua. Mereka di temani dua kakak senior yang beberapa menit lalu datang bersamaan. Mereka menyambut senior yang telah membantunya selama training dengan baik dan sopan. Tantra dan Shena bersyukur karena tidak ada namanya senioritas yang memisahkan bahkan membuat jarak. Satu toko, mereka sama-sama seorang pekerja yang ingin memakmurkan toko tersebut.
Kakak senior itu bernama Emma dan Debo. Mereka juga cantik dan tampan. Tak kalah sama Shena dan Tantra. Supermarket ini ramai di siang hari. Pembeli membludak pada jam makan siang karena tempat ini di kelilingi perkantoran elit Jakarta dan kampus negeri ternama. Tantra saja sampai kewalahan melayani dan untungnya ada Shena, Emma yang kerjanya telaten serta Debo yang sigap.
“Gimana kerja pertamanya?” tanya Debo menghampiri Shena yang sedang merapikan sandwich di rak depan.
“Yah. Menyenangkan Kak. Agak kaget sih melihat pembeli yang tiba-tiba rame.”