Emma menghampiri Tantra yang sedang menyusun minuman ke kulkas sambil membawa segelas kopi. Ia mulai tertarik sama Tantra selain karena ketampanannya juga suka etos kerja Tantra yang mau banyak tahu. Mumpung Debo dan Shena lagi beli sarapan.
“Ta. Aku bawain kopi.” Emma mengulur sambil tersenyum membuat Tantra sedikit gugup. Ia menaruh ranjang ke sisi kanan lalu membangunkan diri untuk meraih kopi hangat dari tangan sang senior. “Makasih Kak. Maaf ngerepotin.”
Emma mengerutkan keningnya. “Kamu gak usah minta maaf. Lagian kamu gak ngupil di depan aku sembarangan kan?”
Tantra tertawa. “Hahahaha. Lucu Kakak.”
“Kamu ngegombal,” tuduh Ema.
“Enggak. Kenyataan begitu,” balas Tantra polos.
Mereka tertawa bersama sampai tak sadar ada seorang perempuan berdiri di depan meja kasih menatap tajam Tantra. “Ta?”
Tantra menoleh dan agak kaget begitu melihat sosok perempuan yang tak asing. “Hey, Jenika.”
Emma diam menyaksikan dua manusia yang kembali bertemu setelah setengah bulan tidak bertemu. Ia takjub melihat kecantikan Jenika yang semakin menjadi-jadi bahkan Tantra sedikit melihat perbedaan dari rambutnya yang berwarna coklat.
“Aku izin ke sana Kak. Makasih kopinya,” kata Tantra lalu pergi menghampiri Jenika.
“Yang habis makan malam gak ngajak-ngajak nih,” sindir Jenika tersenyum manis.
“Yah, habisnya sibuk. Gak enak ganggu.”
“Septiana kasih tahu aku kalo kamu kerja di sini. Eh, aku tunggu luar yah. Ada yang mau aku omongin. Kamu belum sibuk kan?” kata Jenika seraya melangkah ke meja depan supermarket.
“Oh gitu. Ok tapi aku buatin kopi dulu buat kamu.”
“Makasih.” Jenika mengangguk.