Tiga hari belakangan ini, kami punya misi penting yang diemban oleh semua anak ‘King Class’ yaitu menghibur Fikri yang terus-terusan berkeluh kesah dan patah semangat karena cacar yang ia derita. Entah karena ketelatenan Mr. Mahesa atau karena faktor lain, cacar yang dialami Fikri cenderung jinak karena lesi-lesi itu tak pernah terasa gatal atau panas seperti cacar pada umumnya. Tiap malam, Fikri hanya merasa sedikit demam dan dengan Mr. Mahesa yang setia menungguinya, Fikri bisa melewati malam-malamnya selama ini dengan tidur nyenyak. Namun, satu hal yang membuat kami kewalahan menenangkan Fikri adalah karena ia terus berpikir bahwa ia akan ditinggal sendirian di camp saat kami berangkat tur akhir pekan ke Bromo.
Sejak Fikri sakit, anak-anak cewek dan Miss Dini juga jadi lebih sering bertandang ke Camp 12 untuk menjenguk Fikri. Nadya yang hobi memasak tak jarang membawa hidangan olahannya untuk Fikri makan.
“Hampir seminggu nggak ada kamu di kelas garingnya kayak nonton Spongebob tanpa Patrick,” ucap Nay berkelakar.
“Kayak nonton konser EXO tanpa lightstick.” Zahro menambahkan.
“Kayak trio Harry Potter tanpa Hermione,” timpal Nadya.
“Kayak Si Doel tanpa Zainab dan Sarah,” kata Alea santai. Semua kepala, nyaris serentak, menoleh ke arah Alea.
“Siapa tuh?” tanya Malikha.
“Si Doel. Masa nggak tahu si Doel? Si Doel Anak Betawi.” Alea kemudian menyanyikan soundtrack sinetron zaman dulu itu.
Nay menyusut hidung lalu berkata, “Perumpamaan kamu nggak ada yang lebih kekinian apa?”
“Iya nih. Misalnya kayak Bella Swan tanpa Edward Cullen kek! Kayak Dilan tanpa Milea kek! Banyak kan pasangan-pasangan yang lagi happening sekarang.” Desvia manggut-manggut setuju dengan Nay.
“Oke deh aku ganti.” Alea berdehem dengan gaya dramatis. “Fikri, kamu tahu nggak? Kelas nggak ada kamu itu kayak Pak Budi Karya Sumadi tanpa Ibu Sri Endang Hariyatie.”
Semua yang ada di kamar 24 hening total termasuk Mr. Mahesa dan Miss Dini yang biasanya tak terlalu ambil pusing mengenai percakapan random kami.
“Siapa?” tanya Nay dengan kening berkerut dalam.
“Bapak-Budi-Karya-Sumadi dan Ibu-Sri-Endang-Hariyatie,” ucap Alea memberi penekanan pada setiap kata seolah-olah telinga kami bermasalah dalam menangkap ucapannya.
Nay menggaruk kepala. Gemas karena Alea tak mencerna maksud dari pertanyaannya.