Hari Kemarin

M Ilhamsyah
Chapter #19

SESEORANG YANG LEBIH PANTAS KUPANGGIL 'AYAH'

Aku bergerak-gerak dengan gelisah di kasurku. Semua teman-teman sudah terlelap. Namun, mataku masih nyalang terjaga. Selain karena bekas luka ekstraksi tadi kini mulai berdenyut-denyut perih akibat pengaruh obat bius yang mulai memudar, aku juga terganggu dengan suara ribut-ribut yang kuyakini berasal dari balkon. Sejak penghuni lantai dua Camp 12 pulang satu-persatu, ada sekelompok pengunjung baru yang rutin menyambangi balkon tiap malam. Bukan orang baru juga sih karena mereka sebenarnya penghuni lantai satu yang sejauh pengetahuanku merupakan penghuni lama. Orang-orang ini kerap nongkrong di balkon ‘kami’ sambil makan-makan dan merokok karena kami sering menemukan puntung rokok dan kulit kacang yang berhamburan. Bahkan Mr. Mahesa pernah mendapati botol minuman keras. Namun, ia meminta kami untuk berpikiran positif. Mungkin saja isinya cuma bensin. Aku mencelos waktu itu. Orang paling dungu sekali pun tahu bahwa bensin bukanlah teman makan kacang yang cocok.

           Malam ini, kembali terdengar ribut-ribut dari balkon yang bahkan lebih frontal dari sebelumnya karena mereka memutar musik clubbing dengan volume luar biasa keras. Aku takjub melihat teman-teman masih bisa nyenyak karena hal itu. Bahkan selintas dengar, aku juga menangkap riuh rendah percakapan jorok mereka. Andai aku seseorang yang punya otoritas di camp ini, aku pasti akan langsung menegur mereka. Selain karena sangat mengganggu, aku juga kasihan pada Mr. Mahesa yang setiap pagi harus membersihkan balkon dari sisa-sisa sampah yang mereka buat malam sebelumnya.

           Makhluk-makhluk tak kasatmata dalam kepalaku berhenti bicara ketika kulihat hendel pintu bergerak. Sontak, aku menutup mata pura-pura tertidur. Semenit berikutnya, aku baru kepikiran, untuk apa aku pura-pura tidur. Walau begitu, aku tetap saja meneruskan acting­-ku.

           Aku mengintip. Ternyata Mr. Mahesa yang menyelinap ke kamar. Apa yang mau diambilnya ya?

           Alih-alih melangkah ke kanan menuju barisan lemari gantung yang menempel ke dinding, Mr. Mahesa malah bergerak ke arahku. Ia duduk di sampingku. Mengarahkan pandangannya ke jariku yang terbalut perban kemudian beralih memandangi wajahku. Aku mendadak kikuk. Kelopak mataku tak boleh bergerak-gerak, kalau tidak aku bakal ketahuan pura-pura tidur.

           “Maaf ya atas apa yang terjadi sama kamu hari ini, Wal,” ucapnya lirih. “Aku emang nggak becus jadi guru dan orang yang dipercaya buat menjaga kalian.”

Lihat selengkapnya