Menunggu hari perkiraan lahir yang sudah di depan mata membuat kami sekeluarga memiliki perasaan campur aduk yang sulit dijelaskan. Cemas, takut, dan tentu saja yang paling utama adalah bahagia. Kami saling menguatkan satu sama lain. Khususnya ke Mbak Vita yang menjadi pemeran utama dalam masa ini. Setiap dari kami tidak pernah berhenti memberikan Mbak Vita penghiburan dengan berbagai cara. Kami senantiasa menghadirkan semangat yang semoga saja menular ke Mbak Vita sebelum menghadapi momen berharga itu.
Mbak iparku sendiri tidak memungkiri jika perasaannya beraneka ragam. Kadang gelisah, khawatir, takut, bingung, senang, dan hal lainnya. Demi mengurangi segala macam perasaan itu, pagi ini Mbak Vita membantu aku dan Mas Figo di warung.
Khusus hari sabtu dan minggu biasanya memang selalu aku yang bertugas membantu Mas Figo. Ada beberapa hal yang bisa aku kerjakan di warung. Misalnya, membuatkan minuman untuk pembeli, mengantarkan pesanan, atau terkadang aku juga merangkap sebagai kasir. Sebenarnya ada dua pekerja di warung, tetapi sekarang hanya tinggal satu karena Mbak Mirna, sebut saja, dia baru melahirkan sekitar tiga bulan lalu.
Karena perutnya yang sudah sangat besar, Mas Figo menempatkan istrinya itu di meja kasir. Dia hanya harus duduk di sana tanpa boleh bergerak kemana-mana. Tidak peduli beberapa kali Mbak Vita selalu ingin membantu untuk membuatkan minuman atau mengantar pesananan ke pembeli, Mas Figo selalu meresponnya dengan memberi pelototan tajam. Mbak Vita berdalih terlalu bosan jika hanya harus duduk sampai warung tutup. Dia ingin sekali melakukan hal yang sebelumnya pernah dia lakukan sewaktu masih berpacaran dengan mas-ku.
Singkat cerita, warung soto ini berdiri sudah cukup lama. Bahkan jauh sebelum ayah dan ibu sibuk berjualan sayur di pasar. Resep khusus soto yang dijual di sini pun sudah turun-temurun dari mbah buyutku. Sebenarnya bukan hanya sekadar soto yang kami jual. Ada beberapa menu lainnya. Pecel sayur, sop ayam, dan aneka gorengan hangat. Hanya saja memang soto kami yang paling laris dan menjadi sorotan sejak awal. Hebatnya lagi, warung ini pernah didatangi oleh beberapa food vlogger yang terkenal.
Kalau di daerah Jawa Tengah mungkin akan banyak ditemukan warung-warung makan seperti milik Mas Figo ini. Di sana memang sudah berhamburan warung nasi soto dan pecel. Sama seperti halnya di daerah Sumatera Barat yang selalu tersedia warung makan padang dari ujung ke ujung. Namun, yang membuat warung kami berbeda lantaran berada di tengah kota Bogor, Jawa Barat. Dari segi rasa pun soto ini memiliki ciri khasnya sendiri. Buktinya, tidak hanya pejalan kaki yang menjadi pelanggan kami, melainkan banyak kendaraan beroda dua dan empat yang terkadang sulit untuk mencari parkir demi mencicipi sesuap nasi yang dicampurkan dengan soto lezat ini.
Aku sendiri yang walaupun sudah sering menhirup aroma tidak asing itu terkadang masih suka tidak tahan dengan godaan semangkuk soto yang harus masuk ke perutku. Rasanya itu ... tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Lezat, enak, nikmat saja rasanya masih tidak cukup untuk menggambarkannya. Terlebih kami hanya memasang harga yang sangat murah untuk per porsinya. Kalau biasanya aku menghabiskan uang seratus ribu hanya bisa dapat satu menu makanan dan minuman di sebuah restoran, mungkin kalau di warung Mas Figo, aku bisa mentraktir lima temanku makan sampai kenyang dan perut membuncit.
"Mbak, udah dapet nama untuk calon bayinya?" tanyaku seraya meletakan mangkuk dan piring yang baru saja aku bawa dari tempat cucian piring. Warung sudah tutup dari jam sepuluh tadi. sekitar dua puluh menit yang lalu. Hari yang cukup melelahkan karena biasanya kalau hari biasa, warung tutup pada pukul duabelas.
"Udah, dong. Tapi masih rahasia. Biar jadi kejutan," jawab Mbak Vita sambil menghampiriku lalu duduk di sebelahku.
"Eh, mau ngapain, Mbak?" Aku langsung mengarah ke pergerakan Mbak Vita yang ikut mengambil salah satu mangkuk basah itu.
"Ya, ampun, Vit. Cuma ngelapin piring doang, kali. Masa mau dilarang juga," protesnya.
"Yaudah, tapi kalo udah capek langsung berenti, ya."