Hari ini sebenarnya terasa seperti hari-hari biasa. Pagi-pagi sekali aku sudah terbangun oleh suara tangis Gian. Aku keluar dari kamar dan membantu Mbak Vita menyiapkan sarapan, seperti biasanya. Tidak ada tanda-tanda istimewa, tidak ada ucapan selamat ulang tahun. Aku memang tidak berharap banyak. Aku sadar baru beberapa hari yang lalu kami liburan sekeluarga yang pastinya menghabiskan biaya banyak untuk Mas Figo dan Mbak Vita. Jadi wajar saja jika mereka tidak merencanakan apa-apa.
Saat pulang sekolah, suasana rumah masih sama. Sunyi. Tidak ada hiasan, tidak ada kue, tidak ada kejutan. Aku tidak ingin terlihat kecewa, jadi aku berusaha menenangkan diriku sendiri.
“Mungkin tahun ini memang tidak ada perayaan. Itu tidak masalah,” pikirku. Bagiku, kehadiran mereka sudah lebih dari cukup. Aku merasa bersyukur bisa berada di tengah-tengah keluarga ini, meski tanpa perayaan ulang tahun.
Namun, semuanya berubah saat senja tiba. Mbak Vita tiba-tiba memintaku pergi ke minimarket dekat rumah untuk membeli beberapa bahan keperluan dapur. Aku menurut saja, meski hatiku sedikit bertanya-tanya. Kenapa harus sekarang, saat hari hampir gelap? Tapi aku tidak berpikir panjang dan segera pergi.
Saat aku kembali, rumah yang tadi gelap tiba-tiba penuh dengan cahaya. Pintu terbuka dan aku disambut dengan teriakan yang mengejutkanku.
“Surprise!” Suara mereka menggema di seluruh ruang tamu. Aku melihat Mas Figo, Mbak Vita, kedua orang tua kami, dan Mas Frodi keluar dari balik sofa sambil membawa kue ulang tahun kecil dengan lilin yang menyala di atasnya. Gian berdiri sambil memegang balon warna-warni, ikut berseru dengan semangatnya yang menggemaskan.
Aku terdiam sejenak, tidak percaya dengan apa yang kulihat. Mataku berkaca-kaca, dan rasanya tidak bisa menahan air mata yang mulai mengalir. Semua orang tersenyum, bertepuk tangan, dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun untukku. Di dalam hati, aku merasa sangat terharu. Mereka benar-benar mengingat ulang tahunku, meskipun aku sudah bersiap untuk tidak berharap apa-apa tahun ini.
Mas Figo, dengan suara yang bergetar, berkata, “Frisia, kamu udah banyak berkorban dan membantu kami tanpa pamrih. Kami sangat bersyukur punya adik kayak kamu. Mungkin ini enggak seberapa dibandingkan apa yang udah kamu lakuin. Tapi kami mau kamu tahu bahwa kamu sangat berarti buat kami.”