Waktu terus melaju, membentuk pola kehidupan baru yang penuh warna, dan aku kini berdiri di ambang sebuah perjalanan emosional yang panjang. Lima tahun telah berlalu sejak kehilangan Mas Figo dan Mbak Vita, dan perjalanan yang kulalui sejak saat itu bukanlah perjalanan biasa. Setiap langkah yang kuambil, setiap pencapaian yang kucapai, adalah sebuah hasil dari perjuangan batin yang tiada henti.
Di awal perjalanan ini, aku merasa seolah dunia runtuh di atas bahuku. Aku mengira bahwa hanya bantuan seorang psikolog yang bisa mengurai benang kusut dalam pikiranku, yang bisa menghibur dan memberi jawaban pada rasa kehilangan dan kesedihan yang menyesakkan dada. Namun, semakin aku mencoba menjelajahi berbagai metode penyembuhan, semakin aku menyadari bahwa jawaban sesungguhnya terletak di tempat yang mungkin selama ini aku abaikan—di rumah, di antara keluargaku.
Keluargaku telah menjadi tempat di mana aku menemukan kekuatan yang selama ini aku cari. Aku ingat saat aku pertama kali kembali ke rumah sakit, dengan tubuh yang masih lemah dan hati yang hancur. Pandangan mereka—ayah, ibu, Mas Frodi, dan Gian—adalah sesuatu yang tak pernah kuanggap remeh. Setiap tatapan penuh kasih, setiap pelukan hangat, dan setiap kata penghibur adalah sebuah pelipur lara yang lebih ampuh daripada obat apa pun.
Gian, dengan cerianya yang sederhana, memberikan kehangatan dan kepastian yang kuperlukan. Ketika aku melihatnya, aku sering teringat betapa Mas Figo dan Mbak Vita akan merasa bangga melihatnya tumbuh menjadi anak yang kuat dan penuh cinta. Gian adalah simbol harapan, bahwa meski kehilangan merobek hati, hidup terus berjalan dengan penuh keindahan dan kesempatan.