HARMONI BERKASIH

Soelistiyani
Chapter #15

Belum Waktunya

Dewa terberanjak secara spontan dari tempat tidurnya. Tampaknya ada sesuatu hal yang begitu mengejutkan yang datang melalui ponselnya. Matanya menatap dalam-dalam, membaca isi pesan di WhatsOn. Sangat serius, hingga nyaris tak berkedip. Tak ingin satu kata pun terlewat tak dibaca olehnya.

Ia menarik sudut bibirnya membentuk sebuah lengkungan, like a Joker's smile. Lalu perlahan mengembang, dan senyuman itu berubah menjadi tawa kegirangan.

"Wuhuuuuuu ... akhirnyaaaaaa ..." serunya sambil berlari keluar kamar. "Maaah ...!" teriakan Dewa sungguh memekakkan telinga siapapun yang mendengarnya pagi itu. Belum lagi gemuruh pijakan kakinya yang nyaris menggetarkan seluruh lantai rumah.

Termasuk sang ibu dan teteh iparnya yang sedang ngobrol di meja makan. Mereka baru saja selesai sarapan dan masih menikmati secangkir teh hangat. Sungguh dibuat kaget tiada terkira dengan teriakan Dewa.

"Ini anak ngapain sih Wa, teriak-teriak kenceng kayak gitu? Bikin kaget aja ih!" seru sang ibu keheranan. Sementara teteh iparnya hanya bengong seraya melempar pandangan penuh tanya.

"Ini mah, abdi dapet panggilan kerja nanti siang jam satu mah," dengan ngos-ngosan Dewa memberitahu pada ibu.

"Hah, kamu udah diterima kerja Wa?serius Wa?" tanya ibu mulai girang.

"Belum mah, baru panggilan interviu."

"Interpiu itu apaan Wa? Kantor apa?"

"Interview mah, itu wawancara," begitu kata teh Asti menjelaskan kepada ibu mertuanya.

"Wawancara? Kayak orang penting aja kamu Wa, pake di wawancara," ekspresi ibu makin sumringah.

Dewa pun menjelaskan, "Eeei ... bukan wawancara seperti yang di tipi-tipi mah. Wawancara kerja itu kita dikasih beberapa pertanyaan. Kalau lolos ya diterima, tapi kalau nggak lolos ya nggak diterima. Begitu!"

"Oh begitu ya, kirain udah diterima kerja Wa."

"Belum mah, setidaknya kan sudah ada harapan. Doain aja ya mah, abdi lolos interviu dan diterima kerja."

"Iya Wa, mamah selalu doain yang terbaik untuk anak bontot mamah yang paling baik! Moga diterima kerja di tempat yang baik."

"Amiin ya robal allamin," balas Dewa dan teh Asti berbarengan.

Dewa pun juga membagikan khabar sedikit membahagiakan itu pada kekasihnya, Luisha. Meski belum pasti diterima atau tidaknya, tapi Luisha wajib tahu rencana aktifitas yang akan dilakukan Dewa di hari itu.

Luisha pun tak kalah girang mendengarnya. Ada secercah harapan yang ia gantung disana sembari menunggu khabar baik bahwa kekasihnya segera melepas masa tunakarya.

***

Jam satu siang telah berlalu lima puluh menit. Artinya, sudah hampir satu jam berjalan saat Dewa duduk di kursi panas dengan berbagai pertanyaan dari kepala Human Resource Department atau biasa disingkat HRD.

Tak lama kemudian, ia keluar dari ruangan dengan gontai. Tak ada senyum yang menghiasi wajahnya. Hanya kelesuan yang nampak lebih jelas. Kemudian ia nyalakan mesin motor, dan melaju pulang. Di sepanjang perjalanan, hanya pikiran kosong yang menuntunnya hingga sampai di rumah dengan selamat.

Sesampainya di rumah, ibunya sudah tak sabar menanti anaknya pulang membawa khabar baik. Namun yang didapati tak seperti yang diharapkan.

Dewa tak bisa lagi menutupi situasi hatinya. Wajahnya memerah, entah karena terpapar sinar matahari yang sangat terik, ataukah memang baru saja menahan tangis. Yang pasti kekecewaan tengah menyandera hatinya.

Meskipun dengan rasa sedikit takut karena mungkin sudah tahu jawabnya. Sang ibu mencoba menanyakan dengan lembut, "Gimana Wa, diterima?" Sementara Dewa hanya menggeleng.

"Kenapa nggak diterima? Kamu nggak bisa jawab pertanyaannya ya?" tanya ibu lagi.

"Enggak mah, bukan itu."

"Lalu kenapa nggak diterima Wa?"

Lihat selengkapnya