HARMONI BERKASIH

Soelistiyani
Chapter #17

Asal Jangan Kau Gadai Cintaku

"Apa?? Mau digadai?" pekik Luisha lirih di telepon pagi itu. Luisha sangat terkejut ketika Dewa menyampaikan niatnya.

Dewa hendak menggadaikan barang kesayangan satu-satunya yang ia miliki. Barang yang sangat penting dan sangat ia butuhkan.

"Iya sayang, aku terpaksa harus menggadaikannya. Aku harus melakukannya karena ... " kalimat itu sempat terputus karena rasa yang berat. Kemudian, ia menghela nafas dalam dan panjang, sebelum akhirnya ia lanjutkan berbicara.

"Karena ... karena aku butuh uang siang ini, beb. Aku harus bayar listrik, dan juga bayar hutang beras diwarung. Ahh ... sebenarnya aku juga berat melakukannya. Tapi aku sudah tak punya apa-apa lagi selain handphone milik aku ini. Cuma ini yang bisa aku gadaikan. Walaupun nilainya tak terlalu besar, tapi lumayan untuk menutup keperluan yang mendesak dulu," jelas Dewa.

"Tapi kak, handphone itu sangat diperlukan ketika kakak mencari pekerjaan. Jangan di gadai!"

"Iya, aku tahu. Nanti gampanglah, bisa minjem hape ponakan buat melamar kerja. Kamu jangan khawatir."

"Bukan cuma khawatir kak, tapi aku sangat sedih. Apalagi, handphone itu adalah jembatan untuk hubungan kita. Bagaimana cara kita berkomunikasi jika kakak nggak ada handphone lagi?"

"Hheem ... nanti aku pikirkan gimana caranya. Kamu tenang ya, ini juga nggak akan lama kok. Insyaallah, aku akan secepatnya menebusnya, sayang," ujar Dewa menenangkan Luisha yang mulai gusar.

"Aku sedih banget kak! Sehari saja tanpa denger suara kakak, aku gelisah. Bagaimana jika hari-hariku besok tanpa kakak, ahh ... aku benar-benar tidak bisa membayangkannya."

"Iya aku tahu, kau pikir aku tidak begitu? Aku juga sama, pasti kangen lah!"

"Ya sudah kalau begitu, kakak pikirkan matang-matang dulu. Sekali lagi ku mohon kak, jangan digadai ya hape nya pliss!" dengan nada memelas, Luisha meminta Dewa mengurungkan niatnya.

"Maaf beb, maafkan aku. Aku benar-benar butuh uang hari ini."

"Bagaimana jika kakak nggak bisa tebus? Atau tebusnya lama? Sungguh, aku nggak bisa membayangkannya."

"Pasti bisa! Nanti juga pasti ada jalannya."

Luisha makin kalut, sementara Dewa sudah tak bisa dibujuk bagaimanapun caranya. Pikirannya sudah buntu, lebih baik ia mengorbankan barang kesayangannya daripada harus merepotkan orang lain, begitulah yang Dewa mau.

***

Hari-hari Dewa dan Luisha sepi dan hampa semenjak ponselnya Dewa menginap di 'hotel'. Dewa rela menukar hingar bingar bermedia sosial demi sebuah kata lega karena tercukupinya kebutuhan primer. Ia sendiri pun ragu, entah sampai kapan benda kesayangannya itu akan berada di sana. Mungkin saja, jika ia sudah diterima kerja baru bisa ia ambil kembali.

Hanya tersisa komputer yang berdiam kokoh di meja kerjanya. Meskipun demikian, Dewa tak bisa ngapa-ngapain karena tak ada sambungan internet. Hanya mondar mandir keluar masuk kamar tanpa tahu mau ngapain.

Uhh ... gini amat rasanya kalau lagi susah. Sepi, nggak ada yang ngajakin kerja, nggak ada job sama sekali. Kerja apa lah, manggung kek, bantu-bantu apa gitu, pasang genteng atau apa kek yang penting halal dan dapat duit.

Mana nggak bisa ngobrol sama bebeb Luisha, makin ngenes rasanya. Tiap malam cuma bisa ngobrol sama cicak, tabokin nyamuk sana sini. Keadaan ini makin membuatku menjadi orang yang tak berguna.

Lihat selengkapnya