Ada yang aneh dari Dewa, ia sedikit berubah sejak pria bernama Raffi hadir di kehidupanku. Padahal sudah ku jelaskan bahwa aku dan Raffi hanya berteman.
Dewa jadi sering diam, biasanya setiap pagi selalu menyapa dan ingin tahu keadaanku. Kini, hingga tengah hari baru kirim pesan bahkan tidak ada sama sekali.
Ya, mungkin memang harus bergantian aku yang menyapa lebih dulu. Karena memang sejatinya, cinta itu harus datang dari dua arah.
Tapi jika kamu tetap menganggap ku mulai berpaling darimu, kamu salah kak Dewa! Seorang Raffi tidak bisa menggantikan tempatmu di hatiku. Se_kaya apapun dia, setampan apapun dia dan mau setinggi apapun pendidikan dan jabatannya, tidak bisa membuatku mudah menyukainya.
Maka, jangan diam dan meredup?Bersinarlah terus dan terangi aku!
***
Entah apa yang sedang dipikirkan Dewa, hingga akhir-akhir ini sering diam dan seperti menghindar. Mungkin, sejak hadirnya Raffi di hidup Luisha. Padahal sudah berkali-kali Luisha tegaskan bahwa diantara dia dan Raffi hanya berteman. Meskipun sebenarnya Raffi ada rasa terhadap Luisha.
Jelas Dewa ada cemburu dan minder terhadap Raffi. Dari semua yang kelihatan memang ia merasa kalah. Ia merasa nol dibandingkan Raffi. Yang akhirnya membuat Luisha tidak tinggal diam. Luisha akan terus berusaha meyakinkan Dewa sampai Dewa percaya sepenuhnya.
***
Kemudian Luisha mengambil pena dari dalan pen case miliknya dan sebuah buku harian. Ia mulai menorehkan kata-kata di sana dan menariknya perlahan mengikuti ke mana isi otaknya kan membawanya.
Luisha gemar menulis puisi. Baginya, puisi adalah luapan hati paling jujur dan terkoordinasi. Membentuk kalimat yang estetik, lebih dari sekedar ocehan dan seruan.
Larik demi larik tersusun rapi. Rima yang senada bahkan tak terkesan bahwa semua itu muncul begitu saja.
Walaupun ia senang dan pandai menulis puisi, tapi ia hampir menenggelamkan bakatnya itu. Karena ia lupa kapan terakhir ia menulis puisi, sudah lama sekali. Bahkan, dulu ia sering menulis puisi-puisi karena tuntutan mata pelajaran dan kontrak sebuah antologi puisi. Namun, hari-hari kemarin tak ada alasan untuknya membuat karya indah itu. Hingga saat ini, sebuah dorongan muncul kembali yang membuatnya ingin menulisnya lagi. Yap ... ia ingin menulis puisi untuk Dewa.
Entah, gejolak hati yang seperti apa yang membuatnya menumpahkan semuanya pada lembar putih di hadapannya. Bak gunung berapi yang sedang memuntahkan laharnya.
Kak Dewa, puisi ini aku tulis saat kita masih berada di kesunyian kita. Saat kau diam karena dunia sedang menjauhimu. Maka, akulah yang berbicara kepada dunia lewat puisi ini.
Ini adalah karyaku yang konvensional, tapi terkandung hasrat dan keinginanku yang supermega. Tentang apa yang ingin kulakukan untukmu, yang mungkin kau takkan tahu.
YOU ARE MY HARMONY
Ku isi sepi mu
Dengan rona senyumku
Ku lukis hatimu
Tanpa pernah ragu
Dengan warna cemerlang
Seindah aurora
Ku usir senyapmu
Dengan gita cintaku
Ku rangkai harapmu
Biar tak ada lagi sendu
Ku bisikan nada kasihÂ