HARMONI BERKASIH

Soelistiyani
Chapter #27

Inspirasi Dan Nada

Tentang kejutan yang telah dijanjikan Dewa untuk Luisha.

Dewa berkata, "Dari kamu lah terlahir kata-kata yang menjadikan inspirasi."

Luisha berkata, "Dari kamu lah tercipta nada-nada yang sungguh indah."

***

Tadi malam, sepulangnya Dewa dari bekerja, sekitar pukul 18.50 an. Dan setelah Dewa menjalankan sholat Isya, dilanjut dengan makan malam. Seperti biasa, ia selalu menge_cek olshopnya. Dan ..

"Alhamdulilah ..." ujarnya dengan girang. Ternyata ada pesanan masuk dari customer di Semarang. Dengan pembelian dua buah kerudung dengan model yang berbeda.

Dewa berencana esok pagi akan ke Rumah Hijab milik teh Rany dan mengemas sesuai pesanan. Agar cepat terkirim, dan cepat diterima oleh pembeli. Hal itu juga bisa membuat pembeli senang dan puas. Siapa tahu bisa dijadikan langganan, jika suka.

Di ke esokan harinya, kebetulan ini adalah hari Minggu, tentunya Dewa juga libur kerja. Pagi-pagi sekali sehabis sholat subuh, Dewa hendak pergi ke pasar untuk berbelanja sayur mayur.

Meskipun cowok, dia sudah terbiasa masuk pasar dan berbelanja. Namun sepertinya sudah lama sekali ia tak melakukannya. Baru kali ini, saat ia sudah bekerja dan punya uang untuk berbelanja.

Ia tak malu, apalagi risih harus berjejal bersama ibu-ibu yang mengantri. Bahkan untuk membeli cabe pun, ia tak ragu untuk menawar. Hemat tetap menjadi prinsip utama.

Hari ini ia ingin membeli satu ikat kangkung, setengah kilogram ikan Nila, tempe dan juga cabe. Setelah semua didapat, ia segera pulang dan memasak. Ia sudah terbiasa dengan pekerjaan seorang wanita di rumah. Bahkan, bisa dibilang ia lebih cekatan dibanding wanita. Apalagi saat ia lagi sehat-sehatnya.

Setelah semua pekerjaan rumah selesai, ia berpamitan kepada sang ibu untuk pergi ke Rumah Hijab milik teh Rani.

"Mah, abdi berangkat dulu ya ke rumah teh Rani. Ada pesanan kerudung mah, mau kemas sekalian kirim langsung," pamit Dewa pada ibu.

"Iya Wa, sudah sarapan atuh?"

"Sudah mah."

"Ya sudah, hati-hati di jalan ya Wa!"pesan ibu pada putra bungsu kesayangannya itu.

"Iya mah, Dewa berangkat ya. Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam," balas ibu.

Dewa pun berangkat ke rumah teh Rani dengan penuh semangat.

Rejeki sekecil apapun jika itu datangnya dari Allah, tetap harus dijemput. Nggak boleh ditolak dengan alasan apapun. Bukankah itu adalah yang terbaik untuk kita.

Matanya memancar sinar kebahagiaan. Saat satu persatu pintu rejeki mulai terbuka, Dewa tak henti-hentinya bersyukur kepada Allah. Bibirnya komat-kamit mengumandangkan sholawat selama perjalanan. Biarlah hanya dia yang bisa mendengarkannya, lalu menguap ke udara, naik kelangit, dan sampai ke tempat bertahtanya Sang Maha Adil.

Tanpa terasa, perjalanan nya sudah sampai di depan Rumah Hijab milik teh Rani.

"Assalamualaikum, pagi teh!" sapa Dewa pada teh Rani yang sudah dianggap seperti kakak bagi Dewa.

"Waalaikumsalam, pagi Wa. Pagi-pagi dah semangat aja kamu Wa?* balas teh Rani.

"Ya harus semangat dong teh. Lhah itu teteh juga pagi-pagi udah semangat beberes produk. Makin rame ya teh?"

"Iya, Alhamdulillah Wa. Eh ... tunggu bentar ya Wa, teteh rapiin yang ini bentar." Teh Rani sambil berlalu lalang membereskan produk hijabnya yang masih berserakan. "Kamu tau sendiri kan, kalau hari Minggu gini teteh kerja sendiri Wa, si teteh-teteh yang bantuin pada libur juga."

Dewa mengangguk, sambil duduk di kursi meski belum dipersilahkan. Disana Dewa sudah seperti keluarga, jadi santai tapi santun.

"Mau dibantuin teh?" Dewa menawarkan bantuan pada teh Rani karena iba melihat teh Rani sibuk sendiri.

"Udah, nggak usah repot-repot Wa! Ini juga mau selesai."

Lihat selengkapnya