Harmoni, Disharmoni

Susi Idris
Chapter #33

TIGA PULUH TIGA

“Ayo, Sayang.” Aku mendudukkan Mika di jok samping pengemudi, lalu memakaikannya sabuk pengaman. “Bi, aku pergi, ya. Ini hanya sekitar tiga jam. Arlen nggak perlu tahu.” Bi Nuning mengangguk, lalu aku masuk ke mobil hijau tua kesayanganku. Hari ini (akhirnya) aku menyetir lagi.

“Kita mau ke mana, Ma?”

“Mau jalan-jalan, Sayang.”

“Ketemu Paman lagi?”

“Mm, nggak, tapi bisa juga.” Aku menunggu lampu merah, kemudian mengirim pesan pada Salman, apakah dia sibuk atau akan keluar apartemen sekitar jam sebelas. “Iya, Sayang,” kataku pada Mika usai mendapat balasan dari Salman, “habis ketemu teman-teman Mama, kita ketemu Paman.”

Mika bersorak girang, lalu bertanya, “Paman tinggal di mana, Ma? Jauh? Kenapa Papa tidak ikut? Kenapa tadi kita tidak sama-sama Papa? Kenapa Papa pelgi duluan, Ma?”

Ya, ampun, anakku. Aku tersenyum. “Papa di tempat praktik, Sayang, tidak bisa ikut karena harus kerja. Mm, paman tinggal di apartemen.”

“Mama pelna pelgi di lumah Paman?”

“Belum,” jawabku. “Sebentar yang pertama.”

Mika terus bertanya dan mengoceh macam-macam. Aku antusias menjawab, karena jujur, aku merasa sangat bebas hari ini.

***

Gue bangun, mengecas hp yang mati, lalu mandi sambil menyanyi dan memikirkan akan makan di restoran apartemen atau di luar.

Saat sudah siap turun ke restoran apartemen, gue melihat kartu nama Irish House di meja rias. Gue buru-buru meraih hp dan duduk di sofa ruang tamu.

Ini hari Sabtu. Arlen memulai praktiknya pukul sembilan. Setengah jam lagi. Gue harus menghubunginya sekarang. Lalu, pesan WA masuk. Pesan dari Salman. Apa gue sudah membuatnya kecewa? Ah, tidak mungkin. Memangnya gue siapa?

Mengabaikan pesan Salman, gue menghubungi Irish House.

“Tempat praktik mata Dokter Arlen. Ada yang bisa dibantu?”“

"Mbak, apa saya bisa minta nomor hp Dokter Arlen?”

“Untuk keperluan apa, ya, Mbak? Kalau keperluan pengobatan, silakan datang langsung ke tempat praktik di jalan—”

“Saya udah tahu alamatnya. Itu jalan kakek saya.”

Gue menutup telepon, lalu membaca pesan dari Salman yang dikirim semalam: Tis, kamu pulang duluan, ya? 

Sal, sori, ya, kemarin gue tiba-tiba sakit kepala, jadi pulang duluan. Ramai banget kemarin.

Gue pun mengirim foto sebagai bukti kalau gue benar-benar hadir. Belum cukup setengah menit, balasan Salman masuk: Masih sakit? Jangan lupa sarapan. 

Lihat selengkapnya