Harmoni, Disharmoni

Susi Idris
Chapter #34

TIGA PULUH EMPAT

Sudah jam sebelas dan Salman baru saja menelepon kalau rapatnya dengan Jack masih sekitar setengah jam lagi. Sebenarnya, aku malas menunggu, tetapi Mika tidak mau pulang sebelum bertemu pamannya. Akhirnya, aku mengikuti saran Salman: menunggu di lobi.

Sofa lobi sangat nyaman, membuatku mengeluarkan sebuah buku, membaca.

Mika di sebelahku, turun dari sofa sambil membuka jaket rajutnya. Dia mengitari meja, lalu menjajal sofa di sebelah kiriku.

“Sayang, buka sepatu dulu baru berdiri di sofa.”

“Ma, tadi siapa?” Mika membuka sepatunya. “Yang banyak-banyak tadi?”

“Yang mana, Sayang?”

“Yang tadi waktu aku makan es klim.”

“Oh.” Sebelum ke sini, aku dan Mika pergi ke sebuah kafe untuk bertemu empat penulis yang tergabung dalam proyek “Ruang di Rumah, Ruang di Jiwa”. Sudah lama aku ingin bertemu untuk kedua kalinya dengan mereka, tetapi baru berani kulakukan hari ini. “Mereka teman-teman Mama, Sayang.”

Mika menggumam sambil merentangkan jaketnya di punggung kursi. Aku kembali membaca, diiringi ocehan Mika tentang panjang jaket dan panjang kursi. “Mika, jaketnya kenapa dikasih gitu?”

“Ini kayak baling-baling, Ma!” Mika terus memutar-mutar jaketnya.

“Paman tidak mau datang kalau Mika masih begitu.”

“Itu Paman, Ma!” Mika menunjuk lelaki berambut putih yang baru keluar dari lift. Aku tersenyum dan Mika terbahak-bahak menyadari kekeliruannya. “Paman udah jadi kakek-kakek.” Mika turun di lantai, meraih sepatu kirinya. Sekejap, dia duduk kembali di sofa dengan mainan baru: membuka tutup perekat sepatunya.

Aku sedang tenggelam dalam kisah Ove - The Man Called Ove, saat mendengar Mika berteriak girang disusul suara geraman di belakangnya. Aku langsung mendekati Mika yang sama kagetnya menyadari sepatu yang dilemparnya ke belakang mengenai seseorang. Perempuan berbaju merah tanpa lengan itu menatap marah dan mendekat padaku.

“Dasar nggak becus! Punya anak dijaga, dong!” Tisa membuang sepatu kiri Mika hingga terdengar suara gedebuk di lantai. Mika memegang bajuku, lalu menyurukkan wajahnya di pinggangku.

Lihat selengkapnya