Tengah malam kuterjaga, menantikan kabar berita. Pesan bertandang kemelut pun datang. Adu mulut di udara, saling melontarkan pembelaan. Benar dan salah jadi neraca penentuan. Gigil menjamah badan, sesenggukan menggema sebab lantunan sajak satiremu nan menyesakkan.
Inilah risiko penantian, beginilah akibat kediaman. Menjadi beku selayaknya sebalok es batu di freezer tanpa dialasi apa-apa. Dibawa keluar sebentar saja, lalu menguap di udara tumpah ruah mubazir seakan jadi takdir. Yeah, takdir katamu barusan. Bukan ketentuan-Nya yang salah, tapi kita.
Introsfeksi, memang semestinya kita saling lakukan. Tapi prihal luka mendalam siapa pun sukar melupakan, jika ada pun kuyakin itu sekadar kepura-puraan. Aku pun bisa berlaku demikian, tapi sayang topeng senyum kepalsuan tak jua sanggup menutupi kesenduan.