Lagi-lagi, dan lagi terulang kembali. Luka yang sama turut menganga. Namun, mengapa tiada yang mengerti, bahwasanya aku lelah terus seperti ini.
Kau hanya habis-habisan menyalahkan tanpa mau berusaha memberi saran. Sekali pun ucapan darimu menyiratkan solusi, lagi-lagi terselip ambisi nan dengki.
Berhentilah menbandingkan prihal perasaan. Hatiku bukanlah hatinya. Aku tak memaksa untuk tetap diterima. Hardik saja jika sudah tak suka. Aku sungguh enggan bertahan jika hanya untuk diperlakukan demikian. Aku tak mampu jika mesti harus mengorbankan hati hanya demi materi. Tidak, aku bukan insan yang matrealistis, bukan.