Malas, kesal, merusak mood sepanjang hari. Itu yang kurasakan saat hujan turun di Senin pagi, tapi itu dulu. Sebelum aku bisa mengubah kedongkolan menjadi suatu karya melalui aksara. Meski sederhana, setidaknya kesal dan penantianku tidak sia-sia.
Kukatakan begitu, karena sembari menanti, aku bisa menuangkan segala yang terlintas di kepala hingga hujan reda. Seperti tadi, segala kenang bermunculan dari memori.
Aku bukan pencinta hujan, tapi deraunya kuakui menghanyutkan. Membawa pikiranku terombang ambing hingga bermuara dalam romansa bahagia meski terselip duka. Ya, lara dan bahagia selalu menjadi warna dalam kisah asmara. Seperti terang dan gelap datang silih berganti. Seiring siang dan malam yang tak pernah saling mendengki.
Mereka datang sesuai masanya, menampakkan diri sesuai porsinya. Jangan dihardik salah satunya, supaya kisah itu tidak hambar dan datar-datar saja. Ya, sejatinya luka-liku hidup itu perlu, supaya kita bisa memetik segala pelajaran yang terkandung di dalamnya.
Karang Bala
Delhi van Java, 28 September 2020