Tiga puluh hari kulalui demi menata kepingan hati. Kala bom fakta usai terbuka secara tiba-tiba. Serpihan perasaan meranggas hingga meleburkan kepercayaan. Aku, asa, cita, dan cinta tak mampu kuuraikan.
Nyaris saja aku kehilangan arah. Terpatah-patah hendak memaksa kaki melangkah. Namun, desir perih di dada mencegah parah. Dan aku hanya mampu tertunduk pilu dengan pipi bermandikan air mata.
Lelah, resah, dan segalanya seolah punah. Aku hampir pasrah, tetapi secercah cahaya pelita itu mencegah. Pelita dalam lentera yang kunamai pegangan asa.