Aku mematut badanku di depan cermin. Dress abu-abu selutut bergaya minimalis ini baru saja kubeli kemarin. Hari ini aku akan menghadap panggilan kedua di salah satu perusahaan yang baru berdiri. Setelah kutelisik, rupanya perusahaan ini adalah bagian dari Hardja Sukses Grup yang merupakan perusahaan property ternama di Bandung. Ini kali kesekian aku mengikuti interview, beberapa bulan lalu aku mengikuti interview namun tidak kuambil pekerjaannya. Gajinya tidak sesuai dengan ekspektasiku, mengingat kebutuhanku bertambah selama beberapa bulan kebelakang.
Aku adalah seorang ibu tunggal dengan satu anak perempuan berusia 17 tahun. Daffa, anak perempuanku satu-satunya yang kini tengah berada di bangku SMA kelas 3. Aku mengurusi anak perempuanku seorang diri setelah aku bercerai dari ayahnya Daffa saat ia masih kecil. Dia tak pernah menafkahi darah dagingnya sampai detik ini. Suami keduaku Anton juga tidak menafkahi anakku. Lagaknya saja pengusaha kaya, nyatanya penghasilannya saja lebih besar dari gajiku. Biaya hidup sehari-hari saja aku harus patungan selama kami menikah. Anton selalu memaksaku untuk tinggal di Jakarta bersama keluarganya, tapi aku bersikeras menolak. Aku harus mengurusi ibuku, selain itu Daffa juga sudah terlanjur bersekolah di Bandung. Aku tak rela mengorbankan karirku dan harus mengikutinya tanpa ada penghasilan yang jelas. Akhirnya aku bercerai dengan Anton di usia pernikahanku yang baru satu tahun. Untuk apa aku mempertahankan pernikahan jika ia selalu jadi benalu dalam hidupku.
Akhirnya aku bisa menunjukkan pada dunia bahwa aku adalah wanita mandiri yang sanggup membesarkan anakku seorang diri. Aku belajar menjadi wanita tangguh dari ibuku. Ayahku juga meninggalkanku saat aku masih kecil. Ibuku sibuk bekerja dan nenekku mengurusku selama ibuku tak ada. Selama aku menjalani hidupku sebagai anak yang hidup dengan single parent, aku selalu mencari penghasilan tambahan agar bisa meringankan beban ibuku. Selama bisa menghasilkan uang, apapun aku lakukan. Mulai dari menjadi pegawai lepas di sebuah event organizer, menyanyi di club, hingga menjadi marketing property telah aku jalani sejak masih belia. Aku sudah terbiasa mengatur keuangan sedari bangku SMA. Penghasilan yang aku dapat dari pekerjaan tersebut aku alokasikan untuk biaya hidup kami bertiga.
“ Mau kemana Ren? Tanya Ibuku yang kebetulan masuk sambil membawakan setumpuk baju yang baru saja disetrika.