10.00 WIB – Kantor RENTZ
Aku pandangi layar laptop di depanku, ada sejumlah penawaran masuk ke email yang harus aku baca. Hari ini aku sedang tidak mood, gara-gara PMS perutku nyeri dan emosiku tak stabil. Aku berusaha untuk mengacuhkan anak-anak di kantor RENTZ ini. Aku tahu mereka sedang membicarakanku. Sejak Ray pulang ke Jakarta tempo hari, kami bertengkar dan Ray kini belum kembali. Ia memilih untuk bersama istri dan anak-anaknya.
“Lelaki brengsek, semua sama saja. Mereka datang dan pergi sesuka hati “, sungutku sambil membanting mouse di tanganku.
Kulihat Fadli menoleh ke arahku. Tapi begitu aku tersadar dan melirik ke arahnya, ia berpura-pura sibuk dengan laptopnya. Cintya dan Nurul sedang berbisik-bisik sesuatu, kudengar mereka akan ke Jakarta dan menengok Ray di rumah sakit. Tak ada satupun yang memberitahuku soal rencana mereka untuk menengok anak ketiga Ray. Lagipula aku tidak perduli dan tak mau mengucapkan selamat padanya.
PING!!!
Bunyi pesan Whatsapp masuk ke ponselku, ternyata pesan dari Ivan. Ivan adalah lelaki yang kukenal dari Tinder sejak setahun yang lalu. Sudah lama ia berusaha mendekatiku namun selalu kuacuhkan. Kali ini aku harus move on dan putus dari Ray, aku tak sudi menjadi cadangan dari pria beristri.
Ivan
“Ren, aku jemput agak telat ya. Si bos ngajak briefing dulu nih pas pulang kantor “.
“ Oke gak apa-apa. Tapi ke PVJ nya jadi kan? “.
Segera saja kubalas pesan darinya. Parisj Van Java adalah mall yang hits di kalangan anak muda Bandung. Aku sudah mengincar tas di mall itu, kebetulan Ivan pasti sudah gajian, siapa tahu dia mau membelikan tas yang kuincar.
Ivan
“ Jadi dong sayang, kamu belum makan kan?, mudah-mudahan gak lama briefing nya. Nanti aku kabari kamu lagi ya. Love you “.
Aku tersenyum sendiri melihat pesan darinya. Perhatian dari Ivan bisa mengobati rasa kesalku pada Ray. Lelaki yang mau mendapatkanku harus berusaha dengan gigih, bukan hanya mengobral janji-janji. Tidak ada yang akan aku berikan secara gratis, dan Ivan bisa memberikan semuanya untukku. Ivan adalah lelaki single, usianya 5 tahun lebih muda dariku. Tapi dia sangat perhatian dan sangat manis. Ia adalah anak dari anggota DPR yang menjabat pada periode tahun lalu sedangkan ibunya adalah ketua Perhumas di Bandung. Ivan dilahirkan di keluarga terpandang, dan ia adalah anak tunggal. Pekerjaannya adalah sebagai audit manager di salah satu perusahaan jasa keuangan terkemuka.
Ivan terlahir sebagai anak tunggal dari keluarga berada. Sejak dulu tak sulit baginya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Mulai dari masuk sekolah hingga kuliah di universitas terkemuka di luar negri. Ia sudah digadang-gadang akan menggantikan karir ayahnya di dunia politik, namun Ivan sepertinya tidak tertarik. Aku tak peduli dengan karirnya. Selama ia setia dan royal padaku aku bisa mempertimbangkan hubungan yang serius dengan pria yang usianya lebih muda dariku itu.
“Mbak Rena hari ini gak ada meeting ke luar?”, tanya Fadli yang kebetulan berjalan ke samping mejaku.
“Gak Fad, lagi capek ga enak badan “, sahutku singkat.
Fadli kemudian menarik kursi kosong di meja sebelahku. Ia duduk persis di hadapanku seperti hendak membicarakan sesuatu yang serius.
“Mbak Rena, Mas Ray udah telepon Mbak belum?”, tanya Fadli setengah berbisik padaku.
“Enggak, emangnya kenapa “, jawabku ketus.
“Mas Ray panik banget begitu tau Mbak Rena udah punya cowo sekarang “, sahutnya kembali. Aku tak habis pikir pada Fadli, kenapa ia repot-repot mengurusi hubunganku dengan Ray.
“Ya hak aku dong mau pacaran sama siapa, aku single memang seharusnya cari yang single juga kan. Lagian Ray gak serius kayanya sama aku “, sahutku dengan sedikit nada bangga begitu tahu Ray cemburu padaku.
“Mas Ray tuh suka banget sama Mbak Rena dari pertama kali liat CV mbak, dia bilang sih Mbak Renata beda sama perempuan lain, apalagi istrinya “,ujar Fadli kembali.
“Iya udah tau, Ray cerita begitu juga sama aku. Tapi buat apa ngaku suka kalo dia ga berbuat apa-apa. Aku gak mau jadi ban serep dia, aku punya harga diri. Jangankan jadi selingkuhan, jadi istri yang di poligami aja aku gak sudi “, tegasku pada Fadli. Aku harap ia akan menyampaikan pesanku pada Ray dan menyudahi semua usahanya mendekatiku.
“Tapi kalian tuh cocok mbak. Mas Ray dirut di RENTZ, Mbak Rena pinter melobi klien. Kalian tuh cocok banget jadi ujung tombak perusahaan ini. Pasti RENTZ makin maju dan Pak Hardian bakal ngembangin lagi bisnisnya lewat tangan-tangan kalian “, ujar Fadli berapi-api.
Aku terdiam mendengar ucapan Fadli. Memang ada benarnya perkataan ia barusan. Ray itu sangat plin plan, ia kadang butuh masukan dariku tentang segala keputusan yang menyangkut pekerjaan. Kadang ia semangat, tapi kadang ia terlihat bimbang. Aku harus turun tangan mengurusi pekerjaannya yang kadang tak selesai. Oleh Karena itu Ray sangat mengandalkanku. Sejak itu Ray selalu mengikuti apa mauku termasuk menaikkan gajiku. Performaku di mata Pak Hardian juga tak bisa dipandang sebelah mata, Ray selalu mengapresiasi pekerjaanku sehingga Pak Hardian sangat puas.